Ilustrasi
CIREBON (CT) – Pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara di sektor energi dinilai dapat menjamin terlaksananya pengembangan dan pembangunan infrastruktur gas. Dampaknya, monetisasi gas akan lebih cepat dari kegiatan di sektor hulu.
Menurut Kepala Pusat Studi Ketahanan Energi (PSKE) Universitas Pertahanan Indonesia Herman Agustiawan, kegiatan di hulu menjadi lebih pasti dengan adanya kepastian pembeli gas, utamanya pasar domestik yang memang kekurangan pasokan akibat terbatasnya infrastruktur dan harga. Jika infrastruktur gas yang ada serta pengembangan infrastruktur yang baru sudah terintegrasi, monetisasi bisa lebih cepat.
Pertamina telah berinvestasi dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sekitar 1.900 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Bahkan, Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.
Sementara itu, PGN tercatat mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km dan jalur pipa transmisi gas bumi yang terdiri atas jaringan pipa bertekanan tinggi sepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima pembeli. Sayangnya, tidak semua jaringan infrastruktur gas PGN yang open access, sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh produsen gas. Akibatnya, harga jual gas PGN cenderung lebih tinggi. (Net/CT)