Fase 1942 sampai 1945 (Masa Jepang) – Bagian 2 – Para Santri Membentuk Lasykar Hizbullah

– dok
LASYKAR Hisbullah

Oleh: Nurdin M Noer*

PADA tahun kedua kekuasaan Jepang yang sudah memperlihatkan watak asli penjajahnya saat itu. Tepatnya 10 September 1943, terdorong oleh semangat Jihad dan keharusan melakukan siasat, sekira sepuluh orang ulama menghadap Komando Tertinggi Pemerintah Militer Jepang agar ada suatu korps pasukan muslim. Desember 1944 saat Jepang mulai terdesak hebat oleh sekutu, usulan tersebut disetujui. Sejak saat itu berdiri pasukan Hizbullah yang anggotanya dari kalangan pemuda santri di desa-desa.

Mereka kemudian dilatih pertama kali oleh tentara Jepang di Cibarusah, Bogor. Lamanya tiga bulan dari 28 Februari sampai 20 Mei 1945. Ada 500 anggota Hizbullah yang ikut latihan beberapa dari mereka berasal dari Cirebon. Menurut Aki Mufti (88) anggota Hizbullah dari Astana Japura, mereka itu adalah K.H. Abbas Abdul Jamil, KH. Anas, K.H. Akyas (Buntet), K.H. Mahmud (Sindang Laut) dan KH. Tarmidzi (Galagamba). Sementara sumber lain juga menyebutkan Abdullah Abbas (putra KH. Abbas), Hasyim dan seorang lagi dari Arjawinangun. Merekalah yang kemudian berperan memimpin Hizbullah sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Siasat para ulama dan santri membentuk lasykar bersenjata yang tujuan sesungguhnya membentuk kekuatan guna melawan Jepang tercium intelijen Jepang, sehingga yang tadinya dijanjikan akan diberi persenjataan setelah pelatihan, tidak terlaksana. Pemerintah militer Jepang menganggap Hizbullah sangat berbahaya bagi tentara Jepang. Jepang pun membatalkan latihan lanjutan. Menurut Aki Mufti semboyan “Hidup Merdeka, Mati ke Surga” sangat menjengkelkan Jepang, akhirnya Lasykar Hizbullah pun dibubarkan.

Pascaproklamasi kemerdekaan, Hizbullah berdiri lagi. Yang menjadi dasarnya keinginan agar tidak dijajah lagi oleh bangsa asing. Sarananya adalah partai politik yang pada waktu itu bermunculan berdasarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 3 November 1945. Hizbullah berinduk ke Partai Masyumi yang dasar dan jiwanya Islam sebagai sayap bersenjata.

BACA JUGA:  Kondisi Masyarakat di Sekitar TPA Kopiluhur Terserang Penyakit Aneh

Hizbullah di Cirebon dipimpin oleh Kyai Abbas dari Pesantren Buntet di Kecamatan Astana Japura. Pesantren menjadi sumber anggota pasukan Hizbullah, terutama dari pesantren Buntet, Gedongan, Babakan Ciwaringin, Balerante, Arjawinangun, Babakan, Segeran, Kaplongan, hingga bisa dibangun pasukan Hizbullah satu batalyon. Terpilih menjadi Komandan Batalyon (Danyon) Kyai Hasyim Anwar. Di Cirebon dibangun tiga batalyon pasukan Hizbullah, yaitu Yon 4, Yon 5 dan Yon 6. Yon 4 dipimpin Danu bermarkas di Indramayu, Yon 5 dipimpin Abdullah Abas bermarkas di Mundu. Yon 6 dipimpin Sumarjo bermarkas di Arjawinangun.

Hidup Merdeka

Belanda melakukan agresi militer pertama 21 Juli 1947, dan merangsek masuk ke Cirebon. Karena pertimbangan memusatkan kekuatan untuk menghadapi musuh, pasukan Hizbullah Cirebon dijadikan dua batalyon. Yon 4 dinamakan Yon Singalodra yang dipimpin Danu dan Akhmad, anggotanya kebanyakan dari Indramayu dan Majalengka. Kemudian gabungan Yon 5 dan Yon 6 dinamakan Yon Walangsungsang yang dipimpin oleh Rahmat Hasyim. Dengan semboyan “Hidup Merdeka, Mati Ke Surga”, menurut Aki Mufti membuat pasukan Hizbullah sangat berani.

Aki Mufti, lahir di Astana Japura tahun 1925, ia anggota Hizbullah dengan Komandan Batalyon Hasyim Anwar (Buntet). Jabatan Ki Mufti dalam pasukan itu Komandan Peleton (Danton). Pada 1945-1946, melakukan pengamanan di Cirebon karena Belanda masuk ke daerah timur Cirebon melalui Brebes, dengan tujuan menghabisi para ulama yang tergabung dalam Masyumi dengan bantuan Lasykar China Po An Tui. Pasukan Hizbullah sangat mobil, mereka bergerak untuk membantu pertahanan di Purwakarta sewaktu Belanda sudah berada di Jakarta dan Bandung. Bertahan di Cikalong Bandung, kemudian Cikalong Cianjur, kemudian ke Sasak saat antara Purwakarta-Bandung. Gerak pasukan Hizbullah ini selalu dengan jalan kaki, karena kendaraan tidak ada.

BACA JUGA:  U Too Night Famouz Cafe Sajikan Musik Bergenre Bob Marley, Lukisan Mural dan Pemutaran Film Dokumenter

Saat Divisi Siliwangi Hijrah ke Yogya akibat perjanjian Renville, Hizbullah kemudian banyak yang ikut DI, hal ini tidak diikuti personel Hizbullah Cirebon. Aki Mufti kemudian pada 1946-1947 menjadi anggota Resimen Tentara Perjuangan (RTP), sebuah resimen setengah resmi bentukan negara, saat itu harus bertahan di Maneungteung, mempertahankan Ciledug dan Waled dan 1948 masuk anggota TNI. Pada 1948 usai Perjanjian Renville, ia diangkat menjadi Komandan Kompi, atas perintah dari Komandan Batalyon Mahmud Pasha, pasukan Aki Mufti tidak boleh berangkat ke Yogyakarta, tetap berjaga mempertahankan Cirebon. Pada 1949 menjadi Letnan Muda, tapi dalam daftar veteran ia hanya berpangkat sersan. Ia meletakkan senjata pada Januari 1950 setelah berhasil masuk ke Cirebon dan menyingkirkan Belanda. []

*Penulis adalah pemerhati kebudayaan lokal.

Komentar