oleh

Cerita Pilu Enam Bersaudara Yatim Piatu, Tinggal di Atas Bantaran Sungai Kedawung

Cirebontrust.com – Kisah pilu dan memprihatinkan dialami oleh enam kakak beradik satu keluarga warga Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon. Sejak ditinggal kedua orang tuanya setiap hari mereka hidup memperihatinkan.

Keenam kakak beradik itu yakni Istifani (15) Nisa (11) Ipan (7) Rendi (5), dan kedua kakak sulungnya yang kembar Miki (16) dan Diki (16). Keenam yatim piatu ini harus menetap di sebuah rumah semi permanen yang terbuat dari kayu tepat di bantaran sungai Kedawung.

Agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keenamnya, Miki (16) dan Diki (16) sebagai kakak tertua terpaksa menjadi buruh cuci motor dan mencari rongsok untuk memenuhi kebutuhan hidup keempat adiknya.

Miki dan Diki harus menghentikan masa pendidikannya di bangku sekolah saat kelas 2 SMP, karena tidak memiliki biaya. Dia mengaku sempat putus asa dengan keadaan yang mereka alami.

Karena memiliki tanggung jawab untuk menghidupi kelima adiknya, Miki tetap ikhlas menjalani semua kepahitan hidup.
Tidak seperti layaknya anak-anak sebaya mereka yang bisa bermain dan tertawa bahagia, keenam kakak beradik ini hanya bisa membersihkan makam kedua orangtua mereka ketika di hari raya.

Hal tersebut mereka lakukan untuk melepas rindu kepada orangtua mereka yang sudah meninggal dunia. Meski tak pernah berharap belas kasihan orang lain, Miki dan Diki berharap dia tetap diberikan kekuatan agar mampu menjalani hidup bersama keempat adiknya.

Keluarga malang ini tinggal di rumah tak layak huni di sekitar bantaran sungai yang melintasi Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon. Rumah itu berdiri di areal tanah tanggul dan diantara tumpukan sampah warga maupun limbah.

Sebagian rumahnya hanya berata langit lantaran kayu penopang gentingnya rapuh termakan usia. Terkadang juga banjir karena ketika hujan deras akibat tumpahan air dari atap serta air sungai yang melupa secara tiba-tiba.

Beratnya beban hidup anak-anak pasangan almarhum Bambang dan almarhumah Saijatun ini diterima dengan lapang dada. Mereka sudah tinggal berenam di rumah ini sekitar sejak bulan Mei 2017 lau, sang Ayah saat itu meninggal akibat penyakit krobis yang dialaminya.

“Ayah sakit maag dan terkena stroke hingga lumpuh dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 2016 lalu, dan Ibu meninggal dunia saat melahirkan anak yang ketujuh, Ibu meninggal bersama bayinya saat melahirkan pada bulan Mei 2017 lalu,” kata Miki saat di temui di rumahnya, Minggu (19/08).

Dia bersama kelima adiknya hanya bisa pasrah dan menjalani hidup dengan apa adanya, bahkan Pemerintah Desa Pilang Sari terkesan tidak peduli dengan kondisi warganya. Keluhnya sambil matanya berkaca-kaca. (Johan)

Komentar