Alun-alun Kejaksan

Oleh DADANG KUSNANDAR*

SEJAK didirikannya pagar kukuh yang menutupi Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon, sejak itu tidak bisa lagi menikmati suasana alun-alun. Entah kapan pagar itu dibagun dan entah atas pertimbangan apa alun-alun dibentengi sedemikian rupa.

Yang pasti Alun-alun Kejaksan Cirebon kini hanya indah dipandang dari ketinggian melalui pemotretan udara berbiaya mahal. Sementara dari dekat, pandangan terhalang oleh pagar tembok kokoh.

Konsep Max Webber tentang tata kota di Jawa sudah tidak berlaku lagi. Katanya alun-alun merupakan ruang terbuka tanpa pembatas. Alun-alun langsung dapat “dinikmati” dari semua jalan yang mengitarinya. Kendati di beberapa kota Jawa Tengah dan Jawa Timur alun-alun tidak dibatasi tembok kokoh, namun Alun-alun Kejaksan kini mirip benteng modern dengan 2 (dua) pintu gerbang di bagian Timur dan Selatan.

Pembangunan pagar beton yang kokoh mengitari ruang terbuka tak pelak mengalihfungsikan Alun-alun Kejaksan. Salah satu alih fungsi itu adalah sebagai tempat parkir kendaraan pada setiap ada kegiatan di Mesjid At-Taqwa dan ICC. Juga setiap ada event bisnis yang mengharuskan membeli tiket masuk.

Lubernya parkir kendaraan di area alun-alun pada satu sisi menunjukkan tingkat kemakmuran ekonomi masyarakat Cirebon. Ini patut disyukuri. Akan tetapi di sisi lain mengambil alih fungsi alun-alun. Sampai kapan?

Banyak ahli tata kelola di Cirebon, banyak pula arsitek dan planolog yang siap membenahi tata ruang kota Cirebon. Persoalannya terletak pada good will pemerintah memoles kota sehingga indah dan asri. Itu sebabnya pemerintah harus kuat harus punya keberanian membangun kota dengan niat menempatkan ruang publik sebagai ruang publik.

Hingar bingar jelang pemilihan wali kota Cirebon 2018 agaknya belum ada pembahasan tentang tata ruang kota Cirebon yang komprehensif. []

BACA JUGA:  Abdurahman bin Muljam dan Kita Saat Ini

*Kolomnis, tinggal di Cirebon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *