Nilai Falsafah Jawa Dalam Tembang Macapat

  • Bagikan

Ilustrasi

CIREBON (CT) – Tahukah Anda, apa itu tembang macapat? Orang-orang tua pasti tahu dan menyenangi tembang macapat. Sebagai generasi muda, tidak boleh kalah dengan orang tua, kita juga harus memahami apa itu tembang macapat, karena dari tembang-tembangan itu ternyata terdapat ajaran dan nilai falsafah khususnya dari masyarakat Jawa.

Macapat adalah bentuk puisi Jawa tradisional. Setiap baitnya memiliki baris kalimat (gatra) tertentu. Setiap gatra memunyai jumlah suku kata (guru wilangan) dan berakhir pada bunyi sanjak tertentu. Ini nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.

  1. Maskumambang (Janin). Maskumambang merupakan pembuka dalam kelompok tembang macapat, yang berarti menjadi pratanda dimulainya kehidupan manusia di dunia, tembang macapat memberikan gambaran tentang janin dalam kandungan ibu ketika hamil.
  2. Mijil (Terlahir). Tembang Mijil menjadi awal hadirnya manusia di dunia ini, yang berarti seorang anak terlahir dari gua garba Ibu.
  3. Sinom (Muda). Dalam bahasa Jawa,  Sinom bisanya digunakan untuk menyebut daun asam yang masih muda, beberapa kalangan mengartikan Sinom sebagai si enom, isih enom (masih muda).
  4. Kinanthi (Dipandu). Kinanthi banyak diyakini berasal dari kata dikanthi – kanthi (diarahkan, dibimbing, atau didampingi). Proses pendampingan anak sebenarnya sudah dilakukan orang tua sejak kecil, namun di usia remaja seorang anak perlu didampingi secara ekstra karena pada usianya ia sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan.
  5. Asmaradhana (Api Asmara). Macapat Asmaradana merupakan salah satu tembang yang banyak menggambarkan gejolak asmara yang dialami manusia.
  6. Gambuh (Sepaham/Cocok). Tembang macapat Gambuh merupakan salah satu tembang yang berisi tentang berbagai ajaran kepada generasi muda, khususnya mengenai bagaimana menjalin hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya.
  7. Dhandang Gula (Manisnya Kehidupan). Tembang macapat Dandanggula memiliki makna harapan yang indah, kata dandanggula sendiri dipercaya berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita, angan-angan atau harapan, dan dari kata gula yang berarti manis, indah ataupun bahagia.
  8. Durma (Mundurnya tata krama). Tembang macapat Durma merupakan tembang macapat yang menggambarkan kondisi ketika manusia telah menikmati segala kenikmatan dari Tuhan. 9. Pangkur (Menarik diri)
  9. Pangkur. Yang juga berarti mungkur (mundur/mengundurkan diri), memberi gambaran bahwa manusia mempunyai fase dimana ia akan mulai mundur dari kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya.
  10. Megatruh (Sakaratul maut). Tembang macapat Megatruh merupakan salah satu tembang macapat yang menggambarkan tentang kondisi maunisa di saat sakaratul maut.
  11. Pucung (Kematian/dipocong). Pocung yang biasa diartikan dengan pocong/pengkafanan jenazah. (Net/CT)
BACA JUGA:  PUI Adakan Sidang Majelis Syuro ke-3
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *