Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Indramayu

  • Bagikan
Bupati Indramayu Nina Agustina, saat menerima dokumen Profil Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dari Tenaga Ahli Sosialisasi dan Komunikasi OC-6 Jabar, Program Kotaku, di Pendopo Indramayu, Jumat (27/8).

Oleh: Sudrajat Goefron Said
(Tenaga Ahli Sosialisasi dan Komunikasi Oversight Consultant (OC) 6 Jawa Barat,
National Slum Upgrading Program (NSUP)/Program Kotaku)

Mencermati pemberitaan yang dilansir https://tjimanoek.com/program-kota-tanpa-kumuh-pkspd-kotaku-kumuh/ dengan judul Program Kota Tanpa Kumuh, PKSPD: Kotaku Kumuh, Minggu (19/9/2021). Kami rasa perlu, memberikan respon dan penjelasan berkenaan apa yang disampaikan Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD), O’ushj Dialambaqa yang diantaranya menyoal terminologi Perkotaan dan Pedesaan berkaitan dengan sasaran lokasi Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).

Sebagaimana Ia sampaikan, mengenai sasaran Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang ada di wilayah administratif desa (rural) memang benar adanya. Meskipun, Program Kotaku juga menyebar di wilayah sasaran yang secara adminsitratif disebut kelurahan (urban).

Dalam hal ini, penentuan Program Kotaku tidak semata mengacu kepada terminologi desa atau perkotaan secara administratif. Namun, lebih menekankan pada makna substansi suatu kawasan yang memiliki ciri-ciri kawasan perkotaan.

Kembali kepada terminologi “kota” dan “desa” berkaitan dengan program ini, lebih tepat jika disandingkan dengan definisi sebagaimana yang digunakan dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010, tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia.

Di dalam pasal 2 ayat 1, dijelaskan bahwa kriteria wilayah perkotaan adalah persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberadaan atau akses pada fasilitas perkotaan yang dimiliki oleh suatu desa atau kelurahan.

Fasilitas perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, adalah sarana pendidikan, pasar, pertokoan, rumah sakit, persentase rumah tangga yang menggunakan telepon dan persentase rumah tangga yang menggunakan listrik.

Mengacu kepada Peraturan BPS tersebut, dapat disimpulkan bahwa lokasi desa sasaran Program Kotaku saat ini, dipastikan memiliki kriteria sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1.

BACA JUGA:  Smart City

Namun yang jauh lebih penting dari itu semua, fokus Program Kotaku adalah mengurangi kumuh di wilayah yang secara kriteria tergolong kawasan kumuh, guna pemenuhan 7 indikator sarana dasar perumahan dan permukiman warga, seperti kondisi bangunan gedung, jalan lingkungan, air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan dan proteksi kebakaran.

Di dalam menentukan kelayakan lokasi sasaran tersebut, Program Kotaku menggunakan sumber data dari hasil survey base line data kumuh yang dilakukan secara partisipatif dan berjenjang (bottom up planning) atau melibatkan berbagai unsur di masyarakat. Sebelum nantinya ditetapkan sebagai kawasan kumuh melalui Surat Keputusan Bupati setempat.

Tujuannya melalui program ini masyarakat memiliki akses terhadap lingkungan bermukim yang layak huni, produktif dan berkelanjutakan. Bahkan program ini memiliki visi besar yang senafas dan menjadi satu kesatuan dengan komitmen dunia untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDG’s).

Program Kotaku yang diluncurkan Direktorat Jenderal Ciptakarya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) disamping mendukung SDG’s, secara jangka menengah adalah menyelesaikan target pemerintah mengurangi angkah kumuh secara nasional sebesar 10.000 hektar, sebagaimana tertuang di dalam RPJMN 2020-2004.

Perlu disampaikan, bahwa Program Kotaku di Kabupaten Indramayu, berdasarkan catatan tahun 2017 terdapat 2 desa, dengan jumlah Bantuan Dana Investasi (BDI) Rp.1 milyar, 2018 : 3 lokasi, jumlah Bantuan Pemerintah untuk Masyarakat (BPM) Rp. 4,5 milyar, 2019 : 11 lokasi, jumlah BPM Rp. 21 milyar, 2020 : 11 lokasi, BPM Rp. 11 milyar dan 2021 : 14 lokasi, BPM Rp.7,7 milyar.

Melalui program tersebut di atas, angka luasan kumuh di Indramayu hingga 2020 dapat dikurangi mencapai 378,14 hektar. Pelaksanaan program yang sudah cukup lama ini tentu saja bukan tanpa hambatan dan tantangan. Namun, melalui dukungan masyarakat, pemerintah daerah, swasta, civil society organization, perguruan tinggi dan media dapat kita lalui dengan baik.

BACA JUGA:  Yogyakarta: Antara Intelektual dan Spiritual yang Tidak Tuntas? (1)

Karenanya dukungan Bupati Indramayu Nina Agustina beserta jajarannya yang selama ini telah turut aktif melakukan kunjungan dan pengawasan dalam rangka memastikan program tersebut tepat sasaran, berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat, tentu selayaknya mendapat apresiasi.

Perhatian dan dukungan dari siapapun terhadap program yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat tersebut harus didudukkan sebagai bagian dari perwujudan “akuntabilitas publik” yang patut dihargai dan terus diberikan tempat, terlebih selaku kepala daerah. (Rls)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *