Artis dan Politik

Oleh DADANG KUSNANDAR*

TAHUN politik 2018-2019 kembali ditandai dengan kehadiran aktor dan aktris. Bukan hanya menghibur menyanyikan lagu dan bergoyang riang di atas panggung, melainkan mendaftar sebagai calon kepala daerah.

Bukan hal baru memang. Sejak masa Orde Baru pun pemain film sudah banyak yang menekuni dunia politik. Beberapa nama pemain film Indonesia duduk manis menjadi anggota DPR RI. Akan tetapi di era Orde Baru tidak ada seorang artis yang sukses (menjadi) kepala daerah karena sistem politik kita saat itu yang bersifat top down dan sentralistik. Bahkan tidak ada pemilihan langsung kepala daerah.

Agaknya buah reformasi 1998 termanfaatkan pula oleh kalangan industri perfilman. Aktor dan atau artis ramai-ramai mendaftarkan diri ke KPU. Terlebih manakala film layar lebar sedikit demi sedikit tergeser oleh peran televisi dan kini oleh internet; dunia politik menjadi alternatif dan opsi meyakinkan. Setelah menduduki jabatan kepala daerah (atau wakil kepala daerah) hobby main film berganti menjadi produser. Sebagian diantaranya malah ada yang tetap main film.

Perfilman dan perpolitikan akhirnya sinambung. Saling isi dan saling memberi keuntungan. Tak pelak, tokoh politik pun disodori peran untuk main film.

Pada satu sisi kenyataan ini menunjukkan betapa banyak variabel politik di negeri kita. Betapa banyak pula ketidaktepatan penempatan seseorang di dalam dunia politik. Juga sebaliknya, betapa banyak ketidaktepatan penempatan seseorang di dunia perfilman.

Tak aneh apabila Gus Dur pernah mengatakan DPR itu Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa dasar pernyataan sarkas Gus Dur. Dapat dibayangkan apa jadinya jikalau artis film menjadi kepala daerah. Apakah dapat dikatakan play grup? Wallahu ‘alam.

Orang pintar kerap mengatakan serahkan segala sesuatu kepada ahlinya, jika tidak maka tunggulah kehancurannya. Supaya kata-kata bijak itu tidak terus menerus melanda tanah air tercinta, mari kita awali beres-beres persoalan dari kita sendiri. Artinya jika kita bukan politisi maka jangan sekali-kali menjadi artis film. Dan jika kita bukan artis film maka jangan sekali pun punya ambisi menjadi orang politik.

BACA JUGA:  Pesantren Sultan Agung Mataram

Pembaca budiman, memperbaiki negeri sendiri jauh lebih baik daripada merusaknya dengan cara-cara yang kasat mata. Memperbaiki negeri kita sendiri (mau tidak mau) harus bermula dari kemampuan profesional pada suatu bidang. Kemampuan dimaksud sebaiknyalah terus dipertahankan hingga titik puncak, tanpa tergoda menjadi kepala daerah/ anggota DPR, apalagi menjadi presiden.@

*Kolomnis, tinggal di Cirebon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *