Buku (2/2)

Oleh DADANG KUSNANDAR

KELEBIHAN dan keutamaan buku ialah dapat disimpan, ditata secara apik, dibuka dan dibaca siapa saja untuk memperoleh informasi baru. Tidak ada istilah buku lama karena setiap buku yang baru kita baca (meski berangka tahun terbit 1980-an) apabila dibaca sekarang maka ia adalah buku baru. Kendati cover buku rusak lantaran usia buku atau dimamah rayap, namun jika kita ingin mendapatkan informasi atau output yang perlu saat itu, tetap saja lebih enak ditelaah ketimbang rangkaian kalimat di layar setelah kita klik amazone.com atau google atau wikipediaBuku di tangan kita bisa dibawa ke mana saja, dibaca dalam keadaan apa pun, tidak seperti komputer yang mesti tersambung ke aliran listrik. Jadi akan berpalingkah kita dari buku?

Untuk kembali menggairahkan minat baca (terutama bagi anak-anak kita) ketersediaan Rumah Baca sangat diperlukan. Rumah Baca yang pada mulanya terinspirasi keinginan mengajak anak cinta buku, mengajak anak menempatkan buku sebagai penting kehidupan manusia. Kita dan buku merupakan pertalian erat yang sulit terpisah. Buku menyediakan ruang imajinasi yang terbuka lebar saat siapa pun membacanya, saat merenungkan kata demi kata yang terangkai dalam baris kalimat, paragraf dan seterusnya. Ruang imajinasi itu menjelajah masuk ke mana pun ia suka: menembus batas nisbi. Rumah Baca yang sudah banyak tumbuh di kota dan kampung sudah pasti membutuhkan partisipasi aktif semua kalangan. Terutama pencinta buku, orang tua yang ingin anaknya memahami persoalan yang dihadapi, kalangan pendidik, dinas terkait, donatur buku dan volunter yang menyediakan waktunya bagi kegiatan Rumah Baca.

Dapat dibayangkan seandainya sekumpulan anak muda terpanggil mendirikan Rumah Baca di pedesaan yang jauh dari keramaian, mungkin di kaki gunung atau di tepi pantai nan tak terawat. Komunitas yang mengelola Rumah Baca dengan pendidikan formal beragam. Mau melayani masyarakat miskin (dan termarginalkan oleh sistem) tanpa berpikir memperoleh imbalan? Para humanis dan pekerja sosial yang tangguh itu merelakan diri menyatu dengan rakyat. Bukan untuk dipilih sebagai calon anggota legislatif, bukan agar dipilih menjadi calon kepala daerah dalam pilkada. Teman-teman yang mencintai kehidupan dan mencintai pentingnya buku bagi dinamika masyarakat; adalah mereka yang secara tulus jadi pendamping. Tidak sekadar untuk kesohor namun memang dilandasi pentingnya merealisasikan isi preambule UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

BACA JUGA:  Pengaruh Teknologi di Tengah Masyarakat Modern

Barangkali inilah kesan saya terhadap kawan-kawan yang heroik itu. Di sudut Bandung, di kaki Gunung Merapi, di tengah masyarkat Dayak atau Anak Suku Dalam di hutan Jambi. Juga di beberapa pedesaan Papua. Kepada mereka, para pegiat sosial pemicu  minat baca buku di kalangan anak-anak ~tidak ada kalimat selain kekaguman atas kerja tangguh kalian semua. Semangat menularkan membaca buku ini semoga tidak tergeser oleh teknologi mana pun yang akan datang kelak ke Indonesia. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *