CIREBON (CT) – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat, menolak tegas rencana pembangunan pelabuhan batu bara di Kabupaten Cirebon. Pasalnya, hal itu sama saja memindahkan polusi batu bara dari kota ke kabupaten.
“Itu bukan solusi buat masyarakat, malah menjadi masalah baru. Pengusaha-pengusaha batu baranya juga bukan orang sini. Apalagi setiap tahun 2 juta ton batubara yang masuk ke pelabuhan. Ispa, penyakit paru-paru akan menyerang warga sekitar,” ungkap Dwi Sawung, Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar, saat berkunjung ke sekretariat RAPEL, Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Sabtu (05/03).
Sawung mengatakan, selain berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar, aktivitas kapal tongkang batubara juga akan mengganggu nelayan diperairan tersebut. Kalaupun Pemda mengatakan bahwa pembangunan pelabuhan batubara untuk kesejahteraan masyarakat. Dia bertanya, masyarakat yang mana. Yang ada masyarakat akan semakin sengsara.
“Laut akan tercemar dari jatuhan-jatuhan batubara dari proses bongkar dari kapal tongkang. Belum masalah angkutan mobil, polusi dari truk-truk akan berdampak sepanjang jalan yang dilewati. Tambak garam hilang, dan takutnya akan seperti di kota, akan menjadi grandong. Di Indonesia, walaupun direncanain dengan baik, tapi pelaksanaannya jauh dari rencana, hanya janji-janji saja, contohnya di kota Cirebon. Solusinya stop konsumsi batubara,” imbuhnya.
Hal senada dikatakan, Direktur Eksekutif Rakyat Penyelamat Lingkungan (RAPEL), Moh. Aan Anwaruddin, dirinya menilai, konsep mensejahterakan masyarakat adalah bohong. Yang ada, dengan adanya pelabuhan batubara masyarakat diajarkan menjadi pencuri, seperti halnya di Kota Cirebon. Selain itu, pembangunan tersebut termasuk pemborosan lahan, karena ratusan hektar lahan yang digunakan tidak sebanding dengan daya serap pemaanfaatannya, hanya sedikit masyarakat yang dipekerjakan.
Contohnya di PLTU Kanci, pada saat pembangunan ada ribuan orang yang bekerja, tapi pada saat operasi hanya ratusaan yang dipekerjakan. Hal itu tidak sebanding dengan kelompok masyarakat yang dirugikan, seperti petambak garam, dan nelayan pinggiran yang hilang mata pencaharian.
“Tumpahan batubara bisa membuat nelayan dalam mencari ikan dan sejenisnya semakin jauh di tengah, khususnya nelayan pinggiran akan terusir. Harapan RAPEL, Pemda maupun DPRD bisa bersatu seperti di Kota Cirebon untuk menolak rencana pembangunan tersebut, yang bila dikaji lebih banyak mudharatnya ketimbang maslahatnya,” katanya. (Riky Sonia)