CIREBON (CT) – Gejolak masyarakat yang menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 dan 3, kemudian pelabuhan batu bara di Kabupaten Cirebon wilayah timur. Bupati Sunjaya Purwadisastera MM, Msi menilai hal itu adalah provokasi dari para elit politik.
“Namanya politik itu biasa, pro dan kontra selalu ada. Sesungguhnya, nelayan itu tidak mengerti. Nelayan itu bukan orang politik. Nelayan itu orang pekerja. Sepanjang hasil tangkapannya itu memenuhi syarat, untuk keperluan keluarganya terpenuhi, saya rasa para nelayan tidak banyak bicara. Tetapi, yang banyak bicara sebenarnya para elit politik,” ungkap Sunjaya kepada wartawan, saat melakukan panen padi MSP, di Desa Leuwidingding, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, Sabtu (19/03).
Menurutnya, pembangunan tersebut tidak akan mempengaruhi aktivitas nelayan. Pasalnya, nelayan dalam melakukan aktivitasnya itu di laut bukan di darat.
“Walaupun kita bangun pelabuhan, pabrik dan yang lainnya, dibandingkan komposisi itu, lebih sedikit dibanding luas wilayah pesisir Kabupaten Cirebon yang panjang pesisir pantainya 71 kilometer. Sehingga tidak ada pengaruh,” terangnya.
Namun, ketika ditanya nasib petani garam dan tambak ikan yang lahannya akan hilang, karena untuk pembangunan tersebut. Bupati yang latarbelakangnya seorang militer itu dengan nada terpaksa, dirinya mengakui, bahwa hal itu akan berpengaruh terhadap keberlangsungan hajat hidup petani garam dan tambak ikan.
Namun, hal itu akan ada kompensasi dari perusahaan tersebut, yakni dari Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan, yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
“Memang, kalau pengaruh semuanya pasti ada. Tapi pengaruhnya ini sangat kecil. Dari perusahaan sendiri, untuk masyarakat setempatnya, ada kompensasi dari CSR,” tukasnya. (Riky Sonia)