Pembuatan UU Berkualitas Perlu Libatkan Banyak Masyarakat

  • Bagikan
Pembuatan UU Berkualitas Perlu Libatkan Banyak Masyarakat
Ketua DPR RI, Puan Maharani, meminta anggota legislatif agar tolok ukur perumusan program legislasi tidak berdasarkan banyaknya undang-undang, tetapi dari kualitasnya. (Foto: Ist.)

Citrust.id – Dalam pembuatan Undang-Undang (UU) yang berkualitas perlu libatkan banyak masyarakat sipil. Dengan demikian, penyerapan aspirasi akan lebih komprehensif dan berdampak bagi rakyat.

Undang-undang yang baik adalah yang berguna bagi bangsa dan negara, terkhusus berdampak langsung pada masyarakatnya. Salah satunya UU yang melibatkan masyarakat dan berdampak adalah UU TPKS.

Peneliti senior BRIN, Siti Zuhro, menyampaikan hal tersebut. Ia menanggapi pernyataan Ketua DPR Puan Maharani terkait dengan kinerja legislasi para wakil rakyat di senayan.

Sebelumnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani, meminta anggota legislatif agar tolok ukur perumusan program legislasi tidak berdasarkan banyaknya undang-undang, tetapi dari kualitasnya.

Proses pembuatan UU di masa kepemimpinannya di DPR, tutur Puan, lebih fokus pada mekanisme yang benar serta bermanfaat untuk masyarakat.

“Namun, yang jauh lebih penting adalah pembahasan UU itu melalui mekanisme yang benar serta memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat,” tutur Puan.

Siti menegaskan, dalam pembuatan UU yang berkualitas perlu libatkan banyak masyarakat sipil. Dengan demikian, penyerapan aspirasi akan lebih komprehensif dan berdampak bagi rakyat.

“Produk legislasi ikan dieksekusi sebagai keputusan politik dan yang menerima dampaknya adalah rakyat. Harus ada perumusan yang betul-betul sampai ada konsultasi publik yang gayeng. Betul enggak pasal ini ayat ini akan berdampak positif terhadap negara bangsa terutama,” katanya.

Sebaliknya, pengerjaan UU yang terkesan terburu-buru akan memicu polemik di masyarakat, contohnya UU IKN.

“Tidak ada masalah dengan pindah ibukota. Kan rencana bagus. Namun, pindahnya bagaimana? Itu yang perlu jadi pembicaraan. Mmengundang puluhan pakar dalam FGD tidak menjamin rakyat setuju,” tandas Siti.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya, mengungkapkan kuantitas produk perundangan memang selalu menjadi sorotan kinerja legislasi DPR.

BACA JUGA:  Puan Maharani : Careworker Indonesia Yang Di Jepang, Jaga Persatuan dan Nama Baik Bangsa

“Tentu beban legislasi itu selalu menjadi sorotan DPR. Namun hari ini, periode ini, sangat produktif, cukup banyak,” ujar Willy.

Berdasarkan data dari laman dpr.go.id (27/4/2022), kinerja legislasi pada tahun prioritas 2022 mencatatkan 9 RUU yang sudah selesai termasuk RUU TPKS yang pengesahannya oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Masih ada 11 RUU dalam tahap pembahasan, sembilan RUU berstatus terdaftar, tiga RUU dalam tahap penyusunan, enam RUU dalam tahap harmonisasi, dan dua RUU dalam tahap penetapan usul.

Namun, lanjut Willy, pembahasan UU TPKS termasuk cepat dalam pembahasan sekaligus tidak meninggalkan substansi. Dalam waktu delapan hari, RUU itu selesai ditingkat pembahasan.

Pertama, adalah kesamaan kehendak politik dari DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU tersebut. Kedua, partisipasi dan dukungan dari elemen masyarakat yang terus mengalir. Dalam proses penyusunannya, DPR dan pemerintah juga melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil.

“Political will DPR dan pemerintah memiliki frekuensi yang sama. Partisipasi publik juga begitu intensif dan DPR yang terbuka. Sidangnya terbuka semua. Tak ada yang diumpet-umpetkan,” pungkasnya. (Rls)

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *