Citrust.id – Tanggal 25 November 2022, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dilaksanakan peringatan hari guru nasional. Beragam event digelar sebagai bentuk kebahagiaan menyambut peringatan ini. Baik itu dilakukan oleh guru sendiri, sebagai bentuk syukur atas kesempatan menjadi seorang guru dengan segala dinamikanya, maupun dihelat oleh peserta didik, sebagai manifestasi terima kasih yang disematkan kepada guru-guru mereka.
Menilik pesan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam peringatan tahun ini, ia mengingatkan para guru untuk serentak berinovasi mewujudkan merdeka belajar. Ya, program merdeka belajar yang sudah genap tiga tahun didengungkan dan diproklamirkan sebagai pembaharuan paradigma pendidikan di Indonesia.
Selaras dengan pemaknaan kata serentak dalam pesan tersebut, dari kata serentak kita ketahui akan adanya keinginan untuk melakukan program ini secara bersama-sama. Tidak saling mendominasi atau saling mengintimdasi satu dengan yang lainnya. Karena keberhasilan program dalam pelaksanaannya akan dilihat dari seberapa tangguh menahan goncangan dari dalam dalam pemerakasanya maupun keinginan yang beragam dari para pemanfaat programnya itu sendiri.
Kebersamaan dalam langkah yang sama menuju tujuan yang dicita-citakan bersama memang menjadi entry point yang penting dalam pelaksanaan program yang berat ini. Berat karena harus mengispirasi semua pemikiran yang sudah ada sebelumnya dan mengkontaminasinya agar menjadi padu-padan dengan arah pergerakan yang sama.
Dalam perjalannya, merdeka belajar masih tertatih tatih untuk tegak berdiri sebagai sebuah konsensus di semua elemen pendidikan. Diindikasikan masih banyaknya keraguan atas ide cemerlang sang menteri ini, sehingga keraguan-keraguan ini tercermin dari belum ada keseriusan yang masif dalam melakukan perubahan-perubahan pragmatic dan strategik di ruang-ruang kelas.
Kenapa ruang kelas? Karena dari ruangan kecil inilah keberhasilan sebuah program besar pendidikan bangsa ini bisa ditilik. Ada tidaknya perubahan yang mendasar dan menginspirasi perubahan-perubahan lainnya menjadi salah satu indikator keberhasilan itu.
Ruang kelas yang dinahkodai seorang guru menjelma sebagai sebuah sekolah yang dinahkodai seorang kepala sekolah lalu secara struktural ke atasnya sampai ke kepemimpinan seorang menteri dan berakhir di presiden. Semuanya saling membentuk relasi atas kuasa mengejewantahkan ide perubahan ini. Harus tidak ada gap dan harus padu-padan satu sama lain.
Jadi, keinginan adanya serentak melakukan inovasi pendidikan akan terwujud apabila guru di ruang kelas mampu dan berusaha mengoptimaliasi potensi-potensi yang ada ke arah perubahan yang lebih baik. Optimalisasi yang berkaitan erat dengan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik. Apabila potensi ini tidak bisa dioptimalkan, maka akan ada kecenderungan ke arah kurang kompeten.
Dalam kompetensi yang harus dimiliki ini, ada enam kompetensi yang bisa di sarikan dari harapan terealisasinya merdeka belajar, yaitu kreativitas, kolaborasi, kemampuan bekerja sama, kemampuan memproses informasi secara kritis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berempati. Kompetensi yang sangat dibutuhkan untuk generasi masa depan Indonesia, jadinya nanti generasi yang bisa didesain bukan hanya generasi penghafal saja.
Menambahkan khasanah wawasan untuk guru, dalam momen khidmat peringatan hari guru nasional ini, peningkatan kompetensi guru juga bisa diwujudkan dengan merujuk sambutan Buya Said atau KH. Said Aqiel Sirad. Pada prinsipnya, level guru dari tahun ke tahun harus meningkat seiring kebutuhan peserta didik dalam menyongsong tantangan zaman, baik dari sisi fisik dan psikis.
Buya Said mengklasifikasi guru ke dalam empat level berdasarkan peran dan kompetensi yang dimiliknya.
Pertama, Mu’allim atau penyampai ilmu pengetahuan. Dalam level ini, peran guru hanya sebatas menyampaikan ilmu yang ia miliki di depan peserta didiknya. Sehingga standar keberhasilannya adalah ketuntasan materi dalam menyampaikan ilmu.
Kedua, Mudarris atau menyampaikan ilmu pengetahuan dan sekaligus memberikan contoh bagaimana cara mengamalkan ilmunya tersebut. Seorang mudarris mengajarkan bagaimana tata cara mengaplikasikan ilmu yang disampaikan, sehingga peserta didik mengetahui sejauh mana ilmu pengetahuannya itu bisa di aplikasikan dalam kehidupannya.
Ketiga, Muaddib. Dalam level ini, peran guru meningkat dari sebelumnya. Selain memberikan cara mengamalkan keilmuan yang dimiliki, seorang guru juga harus memberikan contoh nyata pengamalannya itu sebagai pengajaran langsung. Dalam level ini, guru menunjukkan berperan sebagai agen peradaban. Dengan kepribadian yang dimilikinya, guru harus mampu membuat dan meneruskan peradaban yang baik di lingkungan belajarnya.
Level berikutnya adalah Murobbi, dari kata rabb (tuhan). Dalam level ini, seorang guru berperan dalam melanjutkan peran penciptaan peserta didik dengan mengembangkan dan menyempurnakan akal pikiran indra peserta didik yang sudah diberi tuhan.
Dari pandangan dua tokoh di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada peran guru di ruang kelas. Bahkan, guru yang kompeten dan berada di level murabbi bisa menjadi penentu keberhasilan tersebut. Semakin kompeten gurunya, semakin mudah mendapatkan keberhasilan dari program pendidikan nasional yang sudah dicanangkan.
Keberhasilan ini juga tentunya harus didukung oleh regulasi yang melindungi peran dan fungsi guru tersebut, baik dari segi kesejahteraan guru, maupun sarana dan prasarana pendukung. Pemahaman atas pentingnya peran guru ini juga harus didukung oleh orang tua peserta didik, sehingga terdapat relasi yang padu-padan. (*)
Oleh: Firman Saefatullah, M.Pd.
(Pegiat Pendidikan dan Demokrasi Majalengka)
Komentar