– dok KITLV/istimewa
Hotel Phoenix di Jl. Kejaksan (sekarang Jl.Siliwangi) pernah jadi markas PKI di Cirebon (1946) –kiri dan Ketua PKI DN Aidit saat berpidato di depan masa PKI.
Oleh: Nurdin M Noer*
BELUM juga Republik ini seumur jagung, Partai Komunis Indonesia (PKI) berulah. Ini terjadi pada 12 Februari 1946. Catatan sejarah yang tertuang dalam Kalender Peristiwa Sejarah TNI mengisahkan, pada tanggal 7 November 1945 lahir Partai Komunis Indonesia (PKI) di Cirebon di bawah pimpinan Mohamad Joesoep dan Mr. Suprapto.
Pemunculan PKI pimpinan Mr. Mohamad Joesoep ke permukaan dinyatakan ilegal, karena tidak disetujui oleh kelompok lain. Kondisi sosial politik di Cirebon pada awal revolusi tidak stabil. Hal ini karena adanya pertentangan antara golongan moderat dengan golongan revolusioner mengenai cara untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan. Situasi yang demikian dimanfaatkan oleh PKI untuk menguasai kondisi politik dalam rangka persiapan rencana pemberontakan. PKI melalui pimpinan Joesoef berusaha menarik simpati rakyat Cirebon dan menyadari, bahwa untuk melakukan pemberontakan belum kuat. Oleh karena itu didatangkanlah Laskar Merah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan dalih menghadiri konferensi dengan tidak menimbulkan kecurigaan masyarakat.
Data dari situs Sejarah TNI mengungkapkan, pada tanggal 9 Februari 1946, rombongan PKI dan Laskar Merah dari luar daerah tiba di stasiun kereta api Cirebon. Mereka bersenjata lengkap dan menginap di Hotel Ribrink (Grand Hotel) pada 12 Februari 1946. PKI menyebarkan isu, bahwa Polisi Tentara telah melucuti anggota Laskar Merah yang baru datang dari Jawa Tengah di Stasiun Cirebon. Polisi Tentara Cirebon Letda D. Sudarsono datang ke stasiun menemui seorang bintara jaga untuk memastikan kebenaran isu tersebut. Namun sesampainya di stasiun, ia disambut dengan tembakan-tembakan. Ia dikepung oleh pasukan Laskar Merah dan akhirnya ditawan dan dibawa ke Markas Polisi Tentara Kabupaten di Hotel Phoenic. Selanjutnya dalam upaya PKI menguasai pemerintahan, kekuatan bersenjata di Cirebon dilucuti, tentara ditangkap dan dijadikan tawanan.
Seluruh kota dikuasai oleh Laskar Merah, tindakan-tindakannya semakin brutal, merampok dan menguasai gedung-gedung vital.
Untuk mengatasi aksi-aksi PKI ini, Panglima II/ Sunan Gunung Jati Kolonel Zainal Asikin Yudadibrata segera mengambil tindakan. Ia mengirim utusan untuk berunding dengan Mr. Mohamad di Hotel Ribrink. Pihak PKI dalam perundingan ini berjanji akan menyerahkan senjata-senjata hasil rampasan esok harinya, tetapi janji ini tidak ditepati. Karena perundingan gagal, Panglima Divisi II meminta bantuan pasukan dari Komandan Resimen Cikampek untuk dikirim ke Cirebon, maka dikirim 600 prajurit Banteng Taruna dipimpin Mayor Banuhadi. Akhirnya tanggal 13 Februari 1946 dilakukan penyerbuan yang pertama oleh pasukan gabungan dari TRI, Polisi Tentara dan pasukan lain untuk merebut pos-pos pertahanan PKI dan Markas pemberontakan di Hotel Ribrink.
Penyerbuan yang pertama ini gagal karena persenjataan di pihak TRI dan kawan-kawan kurang, sedangkan senjata musuh lengkap. Pada tanggal 14 Februari 1946, dilakukan penyerbuan yang kedua kali yang dipimpin langsung oleh Komandan Resimen Cikampek Kolonel Moefreini Moekmin dan berhasil melumpuhkan lawan, sehingga pasukan PKI menyerah. Pimpinan pemberontak Mr. Mohamad Joesoep dan Mr. Suprapto berhasil ditangkap kemudian diajukan ke pangadilan tentara.
*Penulis adalah pemerhati kebudayaan lokal.
Komentar