oleh

Kebijakan MEA Hendaknya Disikapi Secara Positif

CIREBON (CT) – Masyarakat atau para pelaku usaha hendaknya tidak merasa khawatir terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA seyogyanya disikapi secara positif serta dianggap sebagai tantangan dan peluang ke arah yang lebih baik.

Hal itu dikatakan pengamat ekonomi sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati), Prof. Dr. Hj. Ida Rosnidah SE, MM, Ak, CA, Senin (04/01).

Dijelaskan Ida Rosnidah, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bisa diartikan sebagai kesatuan pasar ASEAN, karena tidak ada lagi batas di negara-negara ASEAN untuk saling memasarkan berbagai produk dan jasa.

Untuk menghadapi MEA kuncinya ada di daya saing. Produk maupun jasa yang dihasilkan negara kita harus memiliki daya saing atau nilai lebih terhadap produk dan jasa yang datang dari negara ASEAN. Dalam hal ini, daya saing bisa mencakup segala hal. Bisa dari segi kualitas, biaya/harga, permodalan, maupun akses informasi suatu produk/jasa.

Pemerintah sangat berperan besar persaingan usaha dalam MEA. Menurutnya, yang perlu dilakukan pemerintah misalnya terkait dengan regulasi yang mendorong peningkatan daya saing pelaku usaha. Seperti mempermudah perizinan dan standarisasi label. Dikarenakan nanti standar yang dipakai bukan lagi standar nasional, tapi sudah mencakup standar global.

“Pemerintah hendaknya memudahkan segala aturan-aturan untuk mendukung pelaku usaha agar mempunyai daya saing yang lebih di tingkat ASEAN,” ujarnya.

Ia mencontohkan perguruan tinggi atau universitas sebagai jasa di bidang pendidikan. Pada saatnya nanti, akan masuk universitas dari luar negeri ke Indonesia. Upaya kita adalah dengan meningkatkan kualitas, paling tidak sama atau bahkan melebihi universitas luar negeri tersebut. Kualitas yang perlu ditingkatkan misalnya dari sisi akreditasi.

Di level nasional, lanjutnya, umumnya perusahaan menginginkan lulusan dari universitas yang terakreditasi “B”. Bisa jadi, ketika MEA tiba, perusahaan level internasional menginginkan lulusan dari universitas yang terakreditasi “A”.

“Itu berarti, perguruan tinggi di Indonesia harus meningkatkan akreditasinya agar dapat memenuhi standar minimal yang diinginkan level internasional,” pungkasnya. (Haris)

Komentar