Istri Azan Tak Hadiri Pemakaman, Hilang Kontak Sejak Empat Bulan Lalu

INDRAMAYU (CT) – Pada proses pemakaman jenazah Ahmad Muhazan, terduga teroris asal Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu, tidak nampak istri dari almarhum hadir. Terlihat, hanya pihak keluarga dan teman dekat Azan yang turut hadir dalam proses pemakaman, yang dijaga ketat oleh kepolisian. 

Paman Azan sekaligus Pengurus di Ponpes Miftahul Huda Subang, Rifai mengaku sudah hilang kontak dengan istri Azan yakni Putri sejak 4 bulan yang lalu.

“Azan menikah dengan Putri warga Lampung, yang juga tercatat sebagai santri di Ponpes Miftahul Huda di Dusun Bungurgede Desa Sukahaji Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang beberapa tahun yang lalu,” terangnya kepada CT, Kamis (28/01).

Dia menegaskan kematian Azan sudah termasuk ke dalam mati syahid. “Azan anaknya baik, dia sudah mati syahid,” tegasnya.

Sementara itu, Tokoh Ulama Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng, KH. Mustafa Abdul Muin menceritakan sejak keluar dari pendidikan formal, Azan sudah memiliki doktrin pemahaman islam radikal yang kerap memerangi aktivitas warga nahdiyin, di Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng seperti tahlil dan marhaban.

“Kebencian Azan terhadap rutinitas warga nahdiyin saat menghadapi musibah kematian di lingkungan tempat tinggalnya itu, selalu dipersoalkan dan menganggap bid’ah, serta terus mempengaruhi rekan sebayanya, untuk memerangi adat istiadat masyarakat yang sudah mengakar di tengah-tengah warga NU,” terangnya.

KH. Mustafa Abdul Muin menerangkan, Azan dahulu pernah mengenyam pendidikan agama, yang dia kelola selama ini. Namun usai menempuh pendidikan formal MI dan MTs, Azan dikabarkan mondok di Kabupaten Subang, saat itulah doktrin Azan berubah drastis, dari Azan yang dulu dikenal sebagai santri di lingkungan pesantrennya, kini kerap menentang tahlil dan marhabah bahkan menganggap KH. Mustafa Abdul Muin sebagai ulama dan kiyai yang sesat dan menyesatkan umat.

BACA JUGA:  Terburuk se-Indonesia, Komisi 3: TPA Ciledug Harus Ditutup

“Azan sudah menyampaikan kepada masyarakat dan jamaah, bahwa ulama Kedungwungu adalah menyesatkan umat, bahkan dia menyeru untuk membakar kitab-kitab kuning milik saya,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, Azan terlahir dari keluarga nenek dari Kabupaten Subang dan Ibunya dari Pekalongan, sementara Ayahnya asli Kedungwungu yang merupakan teman bergaul baik di majelis taklim maupun keseharian. Kehidupan keluarga Azan sudah tidak sama dengan lingkungan masyarakat Kedungwungu, bahkan keluarganya dijodohkan dengan keluarga yang hanya sefaham dengan dirinya.

“Azan menikah dengan perempuan yang merupakan santri di pesantren Subang, termasuk adik-adiknya yang sudah menentang budaya NU,” ujarnya. (Dwi Ayu)

Komentar