Warga Keluhkan Kenaikan PBB Kota Cirebon yang Dinilai Tak Wajar

  • Bagikan
Warga Keluhkan Kenaikan PBB Kota Cirebon yang Dinilai Tak Wajar
Warga keluhkan kenaikan PBB Kota Cirebon yang dinilai tak wajar. (Foto; Haris/Citrust.id)

Citrust.id – Paguyuban Pelangi Kota Cirebon, yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat, kembali menggelar perjuangan menuntut keadilan terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai memberatkan warga.

Perwakilan Paguyuban Pelangi Kota Cirebon, Hetta M. Latumetten, menegaskan, gerakan itu akan terus dilakukan hingga aspirasi masyarakat benar-benar direspons para pemangku kebijakan.

Ia membandingkan besarnya kenaikan PBB di Kota Cirebon dengan daerah lain, seperti Kabupaten Pati.

“Berkaca dari Pati, kenaikan hanya sekitar 250 persen. Di Kota Cirebon bisa hampir 1.000 persen. Kenapa kita tidak bisa seperti Pati? Kami akan berjuang sampai kapan pun. Dari awal tahun 2024 kami sudah bergerak, sampai ke Presiden dan Mendagri, dan itu pun sudah didengar oleh mereka,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).

Hetta menyebutkan, di Kota Cirebon terdapat empat wilayah yang terdampak kenaikan PBB, tetapi perjuangan warga kerap dianggap mewakili hanya “1 persen” suara. Menurutnya, kenyataannya hampir semua daerah mengalami kenaikan signifikan.

“Kenaikan minimal 100 persen dialami hampir semua warga. Hanya karena nilainya dianggap kecil, 50–100 persen, lalu dibilang tidak berdampak. Tapi ingat, 1 persen bahkan setengah persen pun tetap bagian dari masyarakat Kota Cirebon,” tegasnya.

Sejak Januari 2024, Paguyuban Pelangi telah menempuh berbagai langkah, mulai dari menyampaikan aspirasi ke DPRD Kota Cirebon, menggelar aksi, hingga audiensi ke pemerintah pusat.

Namun, perubahan yang dirasakan masyarakat masih minim. Paguyuban Pelangi berharap perjuangan itu mendapat dukungan luas agar suara warga Kota Cirebon lebih didengar.

Sementara itu, Ketua Harian Paguyuban Masyarakat Cirebon (Pamaci) Kota Cirebon, Adji Priyatna, menegaskan, pihaknya mengutamakan jalur dialog dalam menyikapi persoalan di Kota Cirebon.

Namun, jika dialog tidak membuahkan hasil, pihaknya siap menggelar aksi pada 11 September 2025.

BACA JUGA:  Ayu Irmawati, Dara Cantik yang Hobi Mendaki Gunung

“Andai dialog pun tidak ketemu, ya mungkin kami akan melakukan aksi di 11 September 2025. Kami serius,” ujar Adji.

Menurutnya, perjuangan Pamaci tidak hanya soal penolakan kenaikan PBB, tetapi juga mencakup permasalahan lain, terutama kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Cirebon yang dinilai tidak optimal.

“BUMD sekarang kondisinya tidak sehat semua dan itu yang kami tuntut untuk diperbaiki. Jangan sampai masyarakat dibebani pajak tinggi hanya karena BUMD tidak bisa menghasilkan,” tegasnya.

Adji menilai, pemerintah daerah perlu melihat persoalan secara menyeluruh, tidak hanya fokus pada kebijakan kenaikan pajak, tetapi juga membenahi sumber pendapatan daerah lain yang selama ini dinilai belum maksimal.

“Kalau dilihat dari hulu ke hilir, tidak hanya melulu kenaikan PBB, tapi harus ada sumber lain yang menghasilkan. Yang saya lihat, BUMD sangat slow sekali,” tandasnya. (Haris)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *