Lestarikan Budaya Leluhur, Warga Desa Pilangsari Gelar Pesta Panen Mapag Sri

Citrust.id – Mapag Sri adalah salah satu adat/budaya masyarakat Sunda, yang dilaksanakan untuk menyambut datangnya panen raya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha esa.

Di desa Pilangsari kecamatan Jatitujuh, tradisi Mapag Sri masih dilestarikan. Selain dengan menggelar upacara adat, tradisi ini juga diisi dengan berbagai acara, salah satunya dalah pertunjukan wayang kulit.

Menurut kepala desa Pilangsari kecamatan Jatitujuh, H Didi Tarmadi mengatakan, Mapag Sri mengandung arti menjemput padi. Dalam bahasa sunda, Mapag berarti menjemput, sedangkan Sri dimaksudkan sebagai padi. Maksud dari menjemput padi adalah panen.

“Mapag Sri dilaksanakan dengan maksud sebagai ungkapan rasa syukur para petani kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena panen yang diharapkan telah tiba dengan hasil yang memuaskan,” ujarnya di sela kegiatan, Sabtu (03/03).

Dijelaskan Dia, Mapag Sri adalah ritus yang terhubung dengan mitos Dewi Sri atau Sanghyang Sri yang dianggap sebagai Dewa Padi. Oleh karena itu, jikalau orang hendak menuai padi yang telah menguning, sebelumnya beberapa bulir padi dipungut dan dibentuk seperti dua orang (lambang sepasang pengantin) yang dipertemukan dan diarak pulang, dengan harapan bahwa padi mendatangkan hidup yang bermanfaat bagi yang memilikinya.

“Setiap desa mempunyai tradisi masing-masing. Demikian pula pelaksanaannya, masing-masing mempunyai tatacaranya sendiri. Waktu dan tempat pelaksanaannya juga sudah menjadi hasil musyawarah bersama,” ujarnya.

Di dalam upacara tersebut, biasanya disediakan sesaji dan kesenian. Sesaji adalah bagian penting dalam upacara itu. Tanpa sesaji, upacara itu menjadi tak lengkap. Jenis sesaji yang harus disediakan, di masing-masing tempat berbeda. Demikian pula kesenian yang dihadirkannya.

Sementara untuk ritual Mapag Sri sendiri dimulai dari pukul 08.00 WIB seluruh petani berkumpul. Acara dibuka oleh pembawa acara dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan oleh panitia dan pejabat yang berwenang.

BACA JUGA:  Dituduh Bunuh Majikan, TKI Asal Majalengka Diminta Bayar Rp107 Miliar

Pada prosesi intinya adalah, sesajen dibawa ke tempat padi yang diikat lalu disimpan di sekitar padi tersebut. Kemudian padi di beri doa oleh sesepuh setempat. Padi tersebut kelak dijadikan bibit.

Prosesi selanjutnya, pemotongan padi, pertama dilakukan oleh sesepuh, dilanjutkan pejabat-pejabat terkait. Selanjutnya padi digendong, padi ini sebagai padi yang dikeramatkan lalu dibawa ke meja khusus. Selanjutnya pertunjukan wayang kulit.

Sementara itu, camat Jatitujuh, Junaedi S.Sos mengatakan, pihaknya akan terus mengajak masyarakat petani untuk meningkatkan wilayah lumbung padi, khususnya di wilayah utara Majalengka ini.

Camat juga mengajak untuk menjaga tradisi kegiatan Mapag Sri yang harus tetap dilestarikan dan dijaga nilai kearifan lokalnya, karena selain wujud syukur, juga merupakan pelestarian budaya dan aset asli daerah Kabupaten Majalengka.

“Kita wajib berperan dalam rangka menghidupkan kembali seni budaya kearifan lokal, Kalau bukan kita yang lestarikan siapa lagi. Kami berharap Desa Pilangsari, menjadi pelopor pelestarian budaya kearifan lokal,” pungkas dia. /abduh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *