Cirebontrust.com – Kasus mirip bayi Debora yang meninggal dunia karena terlambat mendapatkan penanganan memadai di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres Jakarta, terjadi di Kabupaten Cirebon.
Peristiwa ini menimpa bayi baru lahir yang merupakan putra dari pasangan Mohammad Juhana (39) dan Fifin Endar Sari (29), warga Desa Cempaka, Kecamatan Plumbon.
Putra mereka yang baru berusia dua hari meninggal dunia karena diduga mendapatkan penanganan yang terlambat di RS Mitra Plumbon. Keluarga ini dimintai uang muka sebelum Fifin masuk ke ruangan operasi untuk caesar, akhirnya operasi caesar diundur karena Juhana dianggap terlambat membawa uang muka, padahal kondisi Fifin sudah lemah.
Kronologi perisitiwa ini bermula saat Fifin dibawa ke RS Mitra Plumbon pada tanggal 9 September pukul 08.00 WIB. Sebelum masuk ke ruangan IGD, Fifin diperiksa di poliklinik RS tersebut. Keluarga ini sebetulnya sudah membuatkan kartu BPJS bagi si jabang bayi sebelum bayi lahir yaitu pada 8 September. Saat masuk ke IGD, kondisi Fifin sudah kesakitan, dan setelah diperiksa kembali di IGD akhirnya Fifin dinyatakan harus dicaesar.
“Sebab, istri saya ini kontraksi terus menerus tapi bukannya lambat, akhirnya harus dicaesar siang pukul 13.00 WIB. Pihak RS saat itu minta uang muka sebelum istri saya dioperasi, saya tanya untuk apa uang muka, pihak RS jawabnya supaya istri saya cepat ditangani. Akhirnya saya keluar RS dulu untuk mencari uang, dan dapat uang pinjaman Rp1 juta pukul 12.00 WIB atau sejam sebelum istri dioperasi. Tapi saat saya bawa uang itu, pihak RS menyatakan istri saya diundur waktunya untuk dioperasi, katanya karena saya terlambat bawa uang,” terangnya.
Istri Juhana akhirnya disepakati dioperasi pada hari itu juga pada pukul 21.00 WIB, namun ditunggu hingga waktunya tiba, pihak dokter belum datang.
“Akhirnya operasi benar-benar dilakukan di atas pukul 01.00 WIB, sudah masuk tanggal 10. Jadi, karena terlambat bawa uang akhirnya istri saya harus diundur waktu operasinya beberapa jam,” katanya.
Namun, setelah bayi lahir, putra pasangan ini meninggal dunia pada 11 September pukul 14.00 WIB. Menurut Juhana, sebelum meninggal dunia, anaknya ini sempat mengalami gangguan penapasan.
“Sebelum meninggal dunia sempat diberikan tindakan, namun akhirnya meninggal dunia,” ujarnya.
Menurutnya, sebelum membawa jenazah anaknya, Juhana sempat dipersulit karena lagi-lagi pihak RS menagih uang kepadanya. Pihak RS memberikan tagihan hingga di atas Rp7 juta untuk keluarga ini.
Juhana sempat memberikan kembali uang kepada pihak RS Rp1 juta, sebelum akhirnya dirinya berhasil membawa jenazah putranya untuk dimakamkan.
“Saya bisa bawa jenazah anak saya itu pukul 22.00 WIB, padahal sudah meninggal dunia sejak pukul 14.00 WIB, anak saya itu harus menunggu beberapa jam sebelum dibawa pulang, karena pihak RS menahan jenazah anak saya,” ujarnya.
Setelah bayinya dimakamkan, sang istri saat akan keluar RS pun kembali ditahan. Padahal, pihak RS memperbolehkan istrinya untuk pulang pada tanggal 13 September.
“Istri saya boleh pulang pada tanggal 14 September, itu pun setelah ada perjanjian dengan pihak RS dan orangtua saya dan mertua yang menjadi jaminan. Bahkan, pihak RS sempat datang ke rumah untuk survey kondisi saya, mereka tetap meminta saya bayar penuh. Setelah nego kembali, saya harus bayar dengan jangka waktu satu bulan ke depan,” kata Juhana.
Juhana sendiri berprofesi sebagai makelar di sebuah show room mobil dan motor. Namun, kendaraan tidak bisa laku dengan cepat. Sementara istrinya hanya ibu rumah tangga.
“Saya memiliki kartu BPJS, begitupun istri saya. Jabang bayi baru dibuatkan kartu BPJS pada 8 September,” katanya.
Menanggapi ini, Koordinator Cabang Wilayah III Masyarakat Peduli BPJS Fitrah Malik mengatakan, kasus bayi anak Juhana ini hampir persis dengan kasus yang menimpa bayi Debora di Jakarta yang tidak mendapatkan penanganan yang memadai dari RS.
“Memang betul kalau kartu BPJS itu aktif 14 hari setelah dibuat, sementara bayi Juhana itu baru dibikin kartu BPJS nya pada 8 September atau dua hari sebelum lahir. Tapi, yang menjadi masalah adalah kenapa lagi-lagi ada RS yang orientasinya bisnis, penanganan pasien darurat tidak bisa dilakukan sebelum uang muka ada,” ujarnya.
Menurutnya, belum lagi usai kasus bayi Debora, di Kabupaten Cirebon malah terjadi kasus yang hampir mirip.
“Bedanya hanya RS Mitra Kalideres Jakarta tempat bayi Debora dirawat tidak bermitra dengan BPJS, kalau RS Mitra Pumbon bermitra dengan BPJS,” katanya.
Dirinya meminta Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk memberikan sanksi kepada pihak RS Mitra Plumbon atas peristiwa yang menimpa bayi putra Juhana tersebut.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak RS Mitra Plumbon tidak bisa dimintai konfirmasi. Dihubungi berkali-kali, telepon seluler Humas RS Mitra Plumbon, Lukman, dalam kondisi tidak aktif. (Iskandar)
Selamat siang, saya adalah Mr. Luther Morrison, saya adalah seorang Direktur a
perusahaan pinjaman swasta, pemberi pinjaman warisan, dan saya memberikan sebuah
pinjaman yang aman dan tidak aman Kami menawarkan pinjaman kepada yang membutuhkan dengan tarif rendah
dari 2% dan tanpa pemeriksaan kredit, kami menawarkan pinjaman pribadi, hutang
pinjaman konsolidasi, modal ventura, pinjaman usaha, pinjaman pendidikan,
pinjaman rumah, atau pinjaman untuk alasan apapun jika Anda tertarik menghubungi kami
Langsung untuk respon cepat melalui email aplikasi: heritage_lenders@outlook.com
*Nama lengkap:
* Jumlah yang dibutuhkan:
* Durasi Pinjaman:
*Telepon selular:
*Negara: