Teater Rakyat Cirebon

Catatan DADANG KUSNANDAR*

TEATER tanpa skenario dan tanpa sutradara hanya ada di Cirebon. Orang menyebutnya Sandiwara Cirebon atau teater rakyat Cirebon hingga tahun 2018 ini masih bertahan. Di Desa Suranenggala ada Merah Delima dan Rama Suci, di Desa Kertasura ada Jayabaya dan Budi Suci. Sementara di Desa Suranenggala Lor ada Budi Laksana dan Darma Suci, di Desa Suranenggala Kidul ada Bima Suci, Desa Sambeng ada Jaya Laksana, dan di Desa Bondet Darma Sangkala.

Penyebutan Masres menurut H. Uti Sudiyanto, mantan pengelola Budi Suci, kurang tepat. Karena masres merupakan merk kain yang digunakan di panggung/ pentas teater rakyat.

“Masyarakat menyebut Masres Kuning untuk Budi Suci karena layar yang dominan dan bertahan menggunakan kain berwarna kuning”, ujar dia. Kain yang digunakan saat ini sudah berubah merek seiring perkembangan industri tekstil dan tidak ada lagi yang bermerek masres.

Tanggapan atau penampilan teater rakyat Cirebon diperkirakan rata-rata 4 (empat) kali per bulan. Pada bulan Ramadhan, Dzulkaidah praktis tidak ada pentas. Juga ketika musim hujan mengguyur tidak ada pentas. Sedangkan pada bulan Mulud (Rabi’ul Awal) teater rakyat Cirebon hanya boleh pentas setelah Gong Sekati dibunyikan. Ini merupakan perpanjangan atas mitos Cirebon yang berangkat dari memuliakan kelahiran Nabi Muhammad saw.

Biaya sekali pentas menelan Rp8 juta dengan untuk pemain, nayaga, peralatan, sound system, dan panggung. Total orang yang terlibat dalam pentas teater rakyat Cirebon berjumlah 60. Tuan hajat juga harus menyediakan lokasi pertunjukkan, makan minum dan rokok.

Nadran, Mapag Sri, pernikahan dan khitanan merupakan ladang pentas teater rakyat Cirebon. Akan tetapi pentas teater rakyat ini kerap disisipi request (permintaan) lagu-lagu dangdut. Demi untuk menyenangkan penonton, keinginan itu dipenuhi.

BACA JUGA:  Tanah untuk Rakyat

Yang menarik, perkelahian para pemain di panggung (bahkan menggunakan senjata tajam) bukan berarti mereka adalah pesilat. Menurut Mama Arif (panggilan akrab H. Uti), mereka berlatih secara otodidak tanpa pelatih. Misalnya untuk latihan koprol diadakan di sungai, latihan silat di tempat kosong. Bekalnya adalah mendengar dan melihat dari seniornya. Inilah sebabnya ada kelompok Masres Cilik, regenerasi teater rakyat Cirebon. Mereka berlatih demi mempertahankan seni tradisi Cirebon.

Kendala utama yang terus menghantui tidak lain ialah kelangkaan nayaga. Sarana gamelan yang berkurang, dan penabuh gamelan yang rata-rata berusia di atas 50 tahun. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *