SPPI Dorong Kepastian Hukum Perlindungan ABK

Citrust.id – Perlindungan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) belum maksimal. Harus ada peraturan yang jelas terkait tata kelola perekrutan, penempatan maupun perlindungan ABK perikanan.

Dalam merumuskan payung hukum tersebut, pemerintah hendaknya menggandeng stakeholder terkait. Sehingga peraturan yang dikeluarkan nanti bisa diimpelementasikan secara maksimal.

Hal tersebut menjadi pembahasan diskusi Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) bersama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan manning agency di SMK Maritim Cirebon, Senin (10/8).

Pada kesempatan itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengutarakan, forum seperti itu harus sering dilakukan. Salah satunya untuk mencegah kesimpangsiuran informasi yang menimbulkan disharmoni antara pemerintah dengan serikat pekerja, asosiasi maupun manning agency.

Dikatakan Benny, negara memiliki keterbatasan infrastruktur, SDM, terlebih anggaran. Untuk itu, negara amat terbantu dengan kehadiran SPPI dan manning agency. Negara memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan SPPI, manning agency maupun lainnya.

“Kami berterima kasih hari ini bisa dipertemukan dengan manning agency. Ada kesalahan dalam memandang regulasi. Dalam pertemuan ini, kesimpangsiuran informasi itu menjadi clear,” ujarnya.

Benny menegaskan, negara, infrastruktur, kekuasaan maupun BP2MI sesungguhnya adalah kaki tangan dari gagasan dan ide-ide besar rakyat. Negara harus berani minta maaf jika kebijakan selama ini belum memenuhi harapan-harapan pekerja migran, termasuk ABK.

“Negara harus terbuka. Negara tidak boleh menjadikan kekuasaan sebagai arogansi untuk menolak siapapun yang ingin memberikan kontribusi pikiran dan gagasan. Negara juga harus menyatakan diri sebagai instrumen yang menjadi alat kaki bagi SPPI, P3MI maupun Pekerja Migran Indonesia (PMI),” jelas Benny.

Terkait perlindungan PMI, lanjut Benny, BP2MI mengerjakan Big Single Data dalam enam bulan ke depan. Sistem dari kementerian maupun lembaga terkait akan terintegrasi dalam Big Single Data tersebut.

“Siapa yang harus kita lindungi jika data terkait PMI tidak ada dalam sistem? Jika PMI tidak terdeteksi dalam sistem, otomatis mereka di luar kontrol perlindungan negara. Sumbangan devisa dalam bentuk remiten pun tidak masuk kas negara, sehingga negara dirugikan. Untuk itu, kita butuh Big Single Data,” kata Benny.

Ia menambahkan, perlindungan PMI juga harus dimulai dari perbaikan di hulu. Setiap regulasi harus memberikan kepastian keberpihakan terhadap pengawasan, penempatan dan perlindungan PMI.

“Untuk mewujudkan regulasi ideal, harus melibatkan semua pihak dalam segala bentuk perumusan regulasi. Negara harus melibatkan stakeholder terkait. Yang penting adalah semangat pembenahan tata kelola pengawasan, penempatan dan perlindungan PMI itu harus diorientasikan kepada kepentingan merah putih,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI), Achdiyanto Ilyas Pangestu, mengungkapkan pada pertemuan hari ini, hal yang menjadi kegundahan manning agency terjawab. Apalagi BP2MI menganggap keberadaan serikat pekerja maupun manning agency penting sebagai mitra.

“Kami mendorong kepastian hukum terkait tata kelola perekrutan, penempatan dan perlindungan ABK. Jika kepastian hukum ini tidak segera diselesaikan, permasalahan akan makin bertambah,” ujar Ilyas.

Oleh karena itu, SPPI mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan. Saat ini masih dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Payung hukum itu merupakan turunan dari UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Melalui pertemuan ini, kami berkomitmen untuk saling bersinergi, salah satunya terkait peraturan tentang perlindungan hukum bagi ABK. Nanti dibentuk tim kecil untuk memberikan masukan kepada pemerintah terkait aturan yang komplemen dengan sektor ABK perikanan,” pungkas Ilyas. (Haris)

Komentar