Oleh Jaka Sulaksana*
CABAI merah besar (Capsicum annum L) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai.
Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi, yaitu sekitar 90 persen dari kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab kerusakan cabai pada saat musim panen raya. Hal ini dikarenakan hasil panen yang melimpah sedangkan proses pengeringan tidak dapat berlangsung secara serentak, sehingga menyebabkan kadar air dalam cabai masih dalam keadaan besar, sehingga menyebabkan pembusukan.
Dalam beberapa minggu terakhir, masyarakat dibuat shock dengan kondisi harga cabai yang melambung tinggi di atas batas umum yang pernah terjadi. Ada berbagai faktor berantai yang menjadi penyebab melambungnya harga cabai. Menurut Menteri Perdagangan, faktor iklim merupakan pangkal utama penyebab harga cabai merah menjadi mahal, karena menyebabkan cabai yang harusnya bisa tepat waktu dipanen setelah beberapa bulan ditanam, namun membusuk sebelum masa panen tiba. Iklim memburuk itu kemudian diperparah dengan adanya pendistribusian yang lambat, karena melewati medan yang buruk. Seperti misalnya jalur transportasi darat, dari produsen cabai hingga ke kota-kota besar atau ke pasar.
Kenaikan harga cabai yang siginifikan ini dikarenakan pengaruh gangguan cuaca La Nina pada akhir tahun 2016 lalu hingga awal tahun 2017. Hujan dengan intensitas yang cukup tinggi, membuat petani enggan menanam hortikultura atau cabai, karena rentan perubahan cuaca.
Menurut analisis BPS, di antara komoditas strategis, rantai distribusi cabai merah menjadi yang terpanjang dibanding komoditas lain. Rantai perdagangan ini yang bisa menyebabkan perbedaan harga di produsen dan pembeli cukup besar. Margin perdagangan dan pengangkutan (MPP) cabai merah sebesar 25,33. Margin cabai merah tersebut lebih besar dibanding margin beras, yang MPP-nya 10,42, sedangkan margin bawang merah 22,61, jagung pipilan 31,90, dan daging ayam ras 11,63, yang merupakan lima komoditas strategis.
Margin perdagangan dan pengangkutan ini menggambarkan besarnya keuntungan yang diambil pedagang yang mengikutsertakan biaya pengangkatan barang. pemerintah semestinya segera memotong rantai perdagangan komoditas yang terlalu panjang ini, akan lebih baik kalau bisa langsung kepada pembeli dan atau untuk kegiatan produktif lain.
Secara empiris di lapangan seringkali dijumpai bahwa para petani produsen tampaknya tetap saja menghadapi fluktuasi harga terutama saat panen, dan para pedaganglah yang dapat lebih akses untuk dapat memperoleh harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, peningkatan produksi komoditas pertanian termasuk komoditas hortikultura cabai perlu diiringi dengan perbaikan pada sistem pemasarannya, sehingga pihak petani sebagai produsen komoditas ini diharapkan dapat memperoleh bagian harga yang memadai bagi peningkatan usaha taninya.
Dalam hal pemasaran komoditas hortikultura, seringkali dijumpai masih menempatkannya pedagang pengumpul desa sebagai tujuan utama dalam pemasaran hasil. Hanya sebagian kecil petani yang langsung menjual hasil panennya ke pedagang besar/Bandar. Dalam hal tujuan pemasaran ini, tampaknya orientasi dalam penjualan hasil lebih mengarah pada kelembagaan pemasaran yang paling dekat dan mudah dijangkau petani.
Bahkan semakin berkembangnya kelembagaan pemasaran hasil seperti halnya munculnya supplier dan pasar modern tidak dapat terakses langsung oleh para petani, karena berbagai kendala baik yang menyangkut kontinyuitas, jumlah yang diminta, sistem pembayaran maupun kualitas barang yang diminta sangat ketat. Rantai pemasaran yang cukup panjang dapat menyebabkan tidak efisiennya sistem pemasaran.
Oleh karena itu, terjadinya peningkatan produksi komoditas pertanian bila tidak diiringi dengan perbaikan dalam hal pemasarannya, maka sub sistem pemasaran selamanya dihadapkan dalam ketidakefisienan dan seringkali pihak petani sebagai produsen komoditas memperoleh bagian harga yang kurang memadai bagi peningkatan usahataninya.
Beberapa langkah lain, selain pemotongan rantai distribusi adalah Penyediaan coldstorage. Coldstorage dirasa perlu karena setiap masa panen banyak hasil pertanian dari para petani banyak, namun tidak terserap oleh pasar sehingga membuatnya menjadi busuk ataupun kalau dijual harganya justru turun. Program resi gudang yang menyediakan coldstorage untuk menimbun hasil pertanian yang belum terserap dapat menjadi salah satu solusi.
Persoalan gejolak harga cabai dan terganggunya panen cabai saat musim hujan tengah dicari jalan keluarnya oleh pemerintah. Selain coldstorage, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) akan lebih mengintensifkan pengembangan varietas bibit cabai amfibi lokal ke beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendorong peningkatan produksi dan menjaga ketersediaan komoditas ke pasaran terutama saat musim hujan tiba. Sebab, bibit cabai amfibi nantinya akan berkembang menjadi pohon cabai yang bisa bertahan dan berbuah di kala musim hujan sekalipun.
Pengembangan bibit cabai amfibi tengah dilakukan di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Dalam proses tanam dan perawatannya petani telah diberikan pelatihan oleh para ahli Litbang Pertanian di berbagai daerah, sekarang yang diperlukan tinggal mengintensifkan bibit cabai amfibi di seluruh Indonesia.
Kendati demikian, rasa dari varietas cabai amfibi ini tidak berbeda dengan cabai jenis biasa. Hal yang membedakannya adalah pohon dan buahnya dapat bertahan walaupun sedang musim hujan. Potensi produktivitas dari cabai merah amfibi ini sekitar 24 ton per hektare.
Ke depan, harapannya dengan pengembangan dan sosialisasi secara masif terkait bibit cabai amfibi, dapat berimbas pada persoalan yang kerap kali menjadi sumber masalah naiknya harga cabai. []
*) Wakil Dekan I dan Dosen Tetap Agribisnis Faperta Universitas Majalengka.