Citrust.id – Setiap langkah yang diambil Jatminah bukan sekadar perjalanan kaki, melainkan perjalanan hati. Selama hampir enam belas tahun, perempuan paruh baya asal Cirebon itu mengetuk satu per satu pintu rumah warga, membawa pesan tentang harapan dan kesembuhan bagi para penderita tuberkulosis (TBC).
Sejak tahun 2009, Jatminah mendedikasikan hidupnya sebagai kader TBC. Ia mendampingi pasien yang sering dijauhi lingkungan, memberikan edukasi, dan memastikan mereka menjalani pengobatan hingga tuntas. Dua dekade pengabdian itu dijalani tanpa pamrih, tanpa bayaran, bahkan tanpa perhatian berarti dari pemerintah.
Di tengah aktivitas sosialnya, Jatminah tetap menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Meski penghasilan tidak menentu, semangatnya tak pernah pudar.
“Saya tidak pernah berpikir tentang bayaran. Yang penting pasien sembuh dan bisa tersenyum lagi,” ujarnya dengan nada lembut.
Pernah suatu ketika, ia menemui seorang pasien yang menolak berobat. Berhari-hari ia datang, berbicara dengan sabar, menenangkan, dan membujuk agar sang pasien mau berobat. Usahanya tak sia-sia—pasien itu akhirnya bersedia menjalani pengobatan hingga sembuh.
“Kalau saya berhenti, siapa yang akan terus mengingatkannya?” kata Jatminah, matanya berkaca-kaca.
Baginya, setiap kunjungan bukan hanya soal pemeriksaan kesehatan, tetapi bentuk kepedulian. “Apakah pasien baik-baik saja?” adalah kalimat yang ia ulang setiap hari. Dengan langkah ringan, ia menempuh jarak jauh tanpa kendaraan dinas, tanpa uang transport, tanpa imbalan. Semua biaya ia tanggung sendiri.
Yang ia dapatkan hanyalah doa.
“Semoga Ibu sehat selalu.”
“Semoga rezeki Ibu lancar.”
Doa-doa sederhana itulah yang menjadi upah paling berharga bagi Bu Jatminah.
Saat ditanya apakah ia pernah merasa lelah, jawabannya tegas,
“Tidak akan pernah. Ini panggilan hati. Saya tidak bisa membiarkan pasien berjuang sendiri. Saya hanya ingin mereka sembuh.”
Di balik keteguhannya, Jatminah menyimpan satu impian: bertemu Presiden Prabowo Subianto. Ia ingin menyampaikan langsung bahwa kader TBC adalah ujung tombak penemuan kasus di masyarakat, tetapi sering kali tak terlihat dan kurang dihargai.
Hingga suatu hari, telepon berdering membawa kabar yang tak pernah ia duga.
“Bu! Ibu terpilih untuk umrah gratis! Selamat ya, Bu!” suara di seberang berkata.
Bu Jatminah sempat tak percaya. “Ini… beneran? Saya gak dibohongi, kan?” ujarnya pelan, tangan bergetar menahan haru.
Tak lama kemudian, panggilan lain datang dari perwakilan PT Insight Investment Management (PT IIM).
“Selamat ya, Bu. Ibu terpilih sebagai kader yang akan diberangkatkan umrah.”
Air matanya pun tumpah. Ia bersujud syukur, mengucap “Alhamdulillah” berulang kali.
“Saya pikir saya tidak akan pernah bisa ke Tanah Suci. Saya hanya kader biasa yang bekerja membantu orang sembuh. Tapi ternyata Allah kasih jalan,” tuturnya lirih.
Program hadiah umrah tersebut merupakan inisiatif PT Insight Investment Management melalui Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund, bekerja sama dengan Penabulu-STPI dan Yayasan STPI. Pada gelombang pertama bulan September ini, lima kader TBC dari berbagai daerah diberangkatkan ke Tanah Suci.
Program itu menjadi simbol bahwa upaya eliminasi TBC tahun 2030 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga panggilan bagi sektor swasta untuk ikut menghargai perjuangan para kader di garis terdepan.
Kini, setelah kembali dari Mekkah, Jatminah tersenyum menatap langit.
“Waktu tawaf, saya berdoa semoga bisa bertemu Presiden Prabowo. Saya ingin bilang, tolong dengar suara kami… lirikan kami, para kader. Kami mungkin kecil, tapi kami yang pertama menemukan, pertama mengetuk pintu, pertama memberi harapan,” ujarnya penuh makna. (Abduh)