oleh

Penyesalan Itu Di Akhir Kalau Di Awal Namanya Pendaftaran

Oleh : Virda Dimas Ekaputra

Assalammualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Semangat pagi, apa kabar teman-teman semua semoga tetap sehat, bahagia dan sukses, walau dimasa pendemi dan perpanjangan PSBB darurat.

He he pernah dengar qoute yang jadi judul diatas teman ?

Temans (jamak dari teman) hai hai hai … kembali saya bersemangat menulis dan sharing setelah lama off dari medsos. Saya lagi berpikir ulang untuk kembali aktif di medsos ini dengan kontribusi apa supaya bisa memberikan manfaat atas pertemanan kita. Alhamdullilah saya menemukan satu cerita yang bisa saya sharing dan kontribusikan kepada teman teman ikuti ceritanya ya …

Semua berawal dari digital discruption dan dilanjut oleh pandemic discruption (Mas Yuswo menyampaikan demikian).

Awalnya saya merasa disrupsi digital itu bukan buat saya atau tidak terkena pada saya atau mungkin sudah merasa nyaman status quo dengan kondisi sekarang sehingga merasa abai dengan disrupsi digital. Saya memahami ada perubahan digital, ada revolusi industri 4.0 tapi tidak mempersiapkannya secara khusus, toh bukan buat saya ini. Saya kan kolonial.

1946 – 1964 ; Baby Boomer

1965 – 1980 ; Gen X

1981 – 1997 ; Millenial

1997 – Sekarang ; Gen Z

coba cek temans ada direntang mana kelahirannya, hayo ngaku …. coba tulis di komen, bukan baby boomerkan ?

Pada waktu itu sosial media ya cuman jadi penikmatnya saja, cuman buat buat status, cerita lagi ngapain, posting poto makanan, sepeda gitu kan ya teman ? tahu ada income yang bisa didapat dari sosial media, ya tapi sekedar tahu saja ngak memanfaatkannya secara serius.

Keadaan berubah ketika saya kembali ke bangku kuliah S2 pada tahun 2019 lalu setelah saya selesai dari PT BIJB. Saya pernah kuliah S2 pada tahun 2009 sayang ngak selesai, akhirnya tahun 2019 saya memutuskan kembali kuliah di Telkom University yang menarik karena semua mata kuliah di kaitkan dengan era digital.

Suatu saat ada kuliah yang diisi oleh Pak Priyantono Rudito yang merupakan mantan direksi Telkom dan Telkomsel. Yang menarik perhatian saya adalah penjelasan beliau tentang digital vortex, pusaran disrupsi digital dimana industri industri terdampak. Disitu ada nama industri dan nomornya yang semakin jauh dari pusat pusaran masih “agak” lama terkena disrupsi.

Beliau menjelaskan bahwa digital vortek di Indonesia itu masih riak riak kecil, dan akan semakin membesar dalam 5-10 tahun.

Perkataan masih akan membesar dalam 5-10 tahun ini membuat saya berpikir dan menghitung, saya saat itu usia 43 tahun dan Insha Allah dengan izin Allah, melihat usia rata-rata umat nabi Muhammad SAW rasanya kemungkinan masih hidup ada, dalam rentang 48-53 tahun … masih muda dan sehat kan ? Trus gimana kondisi saya pada waktu itu ?

Sebelumnya kadang saya masih bangga dengan kekolonialan saya dan ke status quoan saya sebagai kolonial, saya masih membaca koran, majalah dan tabloid secara fisik sambil minum kopi di halaman rumah, saya malas menggunakan internet Banking, SMS Banking, masih senang ke ATM kalau transfer, apalagi dengan model-model gopay, ovo, dana, paypall ngak sama sekali … saya merasa gaptek.

Kembali kepada kuliah, saya liat Pak Pri senior saya tapi beliau fasih sekali dengan bahasa disrupsi digital, lah saya masih mudaan ko abai, setelah kuliah itu terima kasih sekali pak Priyantono saya semangat belajar digital dan bersemangat untuk melengkapi kemampuan digital dalam diri saya.

Karena saya kolonial yang akan survive dalam era ini, bukan hanya survive tapi juga akan menjadi pemenangnya, Insha Allah dengan izin Allah. Bukan hanya penikmat sosmed tapi create something good and profitable from sosmed, buat aplikasi yang bermanfaat dan menghasilkan, i will survive. Temans khususnya sesama kolonial kita harus survivekan ? bener ngak ? jangan sampai punah kaya dino, mana suaranya kolonial … setujukan ? yu kita bareng bareng mempersiapkan diri.

I am kolonial survivor, are you ?

(Penulis Dirut PT BIJB 2014-2019, seorang pilot, motivator dan entreupeuneurs)

*artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Komentar