CIREBON (CT) – Musim hujan sepertinya tidak selalu memberikan keuntungan, buktinya bagi pengrajin gerabah di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon mengaku kesulitan dalam proses pengeringan barang hasil kreasinya. Bahkan mereka terdampak mengenai penghasilan dari usaha gerabah dari bahan tanah liat tersebut.
Menurut, Saryani salah satu pengrajin gerabah mengatakan hujan menjadi kendala besar yang menghambat dalam pembuatan gerabah. Karena proses pengeringan yang masih mengandalkan terik sinar matahari, kini harus membutuhkan waktu lama. Gerabah dari proses pengeringan dengan cara dijemur, kemudian dibentuk lagi dan proses terakhir dibakar.
Sehingga ketika hujan terus menerus, para pengrajin tidak membuat gerabah, karena ketika membuat gerabah di musi hujan menjadi pekerjaan yang melelahkan dan menyita waktu, karena harus menjemur saat panas dan mengangkatnya saat hujan tiba.
“Kalau hujan terus kita khawatir gerabah yang setengah jadi rusak karena kehujanan, soalnya nanti lembek lagi, bisa-bisa gagal, tapi kalau tidak dijemur tidak akan bisa dibentuk,” ujarnya kepada CT, Rabu (13/01).
Kondisi tersebut, akhirnya pembuatan gerabah berupa pedaringan yang biasa Saryani buat, tidak sebanyak di musim kemarau. Biasa membuat setiap harinya, bisa empat set pedaringan atau delapan buah pedaringan, kini di musim hujan hanya bisa membuat enam buah pedaringan salam satu minggu.
“Kami kesulitan dalam proses pembakaran yang harus jumlahnya harus banyak. Jika sudah jadi gerabah, saya biasa menjual ke bandar gerabah ke Changini, satu pedaringan Rp. 10 ribu per buah,” jelasnya. (Putri Murni)
Komentar