Peneliti Teroris Internasional: Cirebon Menjadi Hot Spot Gerakan Teroris

  • Bagikan

CIREBON (CT) – Pembicara dalam seminar nasional sehari yang digelar di Aula Madrasah Aliyah Negeri Buntet Pesantren, Dr. Syafiq Hasyim, Director of International Centre for Islam and Pluralism, mengungkapkan Cirebon adalah salah satu daerah yang menjadi hot spot dari gerakan teroris.

Hal itu terindikasi, katanya dengan adanya beberapa teroris yang ditangkap, juga pelaku bom bunuh diri pernah melakukan aksinya di kota udang tersebut.

“Cirebon menjadi hot spot dari gerakan teroris. Banyak yang ketangkap dan melakukan bom bunuh diri. Ada beberapa tokoh yang dicurigai ikut dalam gerakan terorisme,” ungkap Dr. Syafiq Hasyim, Director of International Centre for Islam and Pluralism, saat menjadi nara sumber Seminar nasional dengan tema “Deradikalisasi Agama Melalui Pesantren” di aula Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Buntet Pesantren, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Minggu (31/01).

Menurutnya, daerah Jawa Barat adalah aspek yang menarik terkait gerakan radikal dan jaringan teroris. Pasalnya, pada tahun 1966 fenomena gerakan radikal Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) banyak terjadi dipesisir pantai Jawa Barat.

“Cirebon sebagai daerah teroris sesudah Solo, ada benarnya kalau lihat situasi. Tapi berbeda dengan Solo. Solo itu figurnya kuat, di Cirebon figurnya tidak terlalu kuat. Ada tapi terpecah, tidak hanya satu. Kelompok radikal di sini nggak tunggal. Penyebabnya radikalisme dari faktor ekonomi politik ada, pemahaman keagamaan yang tidak selesai, dan dicampur pulangnya jihadis,” tuturnya.

Lebih lanjut, Syafiq menuturkan, banyak Pondok Pesantren (Ponpes) atau institusi pendidikan yang disokong oleh negara yang tidak memiliki pandangan jelas tentang bahaya terorisme. Hal itulah mengindikasikan munculnya gerakan-gerakan radikalisme, dan itu beberapanya ada di Cirebon.

“Ada Ponpes yang tidak biasa kita kenal. Yang tidak berakar di sini, memiliki sarana pendidikan yang mewah. Meskipun itu bukan jaringan terorisme, tapi untuk radiklisme menjadi potensi, dan ada beberapa di Cirebon. Dulu yang dicurigai ponpes Al Zaitun, tapi karena masyarakatnya kuat, tidak begitu mempengaruhi,” terangnya.

BACA JUGA:  Kapolres Cirebon Kota Sambut Kunjungan Pangdam III Siliwangi

Sementara itu, Isheri SSos, MT, Kasubdit Penangkalan dan Pembinaan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan, pada tahun 2015, ada 12 wilayah yang ditangani untuk dilakukan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan, yakni rehabiltasi, reedukasi, dan resosialisasi.

“Yang kami bina adalah mantan napi, mantan teroris, keluarga teroris atau jaringan dan individu yang berpotensi radikal. Kalau di Cirebon aman-aman saja. Masih dalam pengembangan dari kepolisian, kita belum bisa lakukan pembinaan,” ucapnya.

Pada acara seminar tersebut, ditutup dengan pernyataan sikap para santri Buntet Pesantren, dengan mengadakan aksi membentangkan tulisan menolak radikalisme, dan serentak mengatakan “Santri Buntet Pesantren menolak radikalisme,” teriak serentak para santri. (Riky Sonia)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *