Parpol dan Pasar (4)

Oleh DADANG KUSNANDAR*

PARPOL dikatakan berorientasi pasar jika ia menjadikan calon pemilih (kelompok sasaran) sebagai pijakan awal dalam mengembangkan produk dan komunikasi pemasarannya, dan lebih jauh dalam menawarkan dan menjual produk politiknya. Kandidat parpol harus memiliki kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah dan menggunakan informasi yang tepat tentang pemilih. Begitu juga halnya dengan kandidat atau calon yang menekuni dunia politik.

Pasar dalam konteks ini merupakan wadah besar yang mencakup keseluruhan aktivitas politik. Orientasi pasar tak pelak jadi ukuran penting tatkala parpol mengembangkan eksistensinya.

Meminjam Edi Kusmayadi, dalam konteks pemilukada di berbagai daerah pendekatan ekonomi politik perlu menjadi rujukan bagi semua kontestan, mengingat Pendekatan melalui Ekonomi Politik Baru (EPB) berusaha untuk memahami realitas politik dan bentuk-bentuk sikap sosial lainnya dalam kerangka analisis yang dianalogikan pada aktor individual yang rasional. Hal tersebut didasarkan pada realita kehidupan masyarakat, bahwa perilaku individu selalu berusaha untuk mencapai kepentingan-kepentingannya (interest). Dengan demikian, pendekatan EPB lebih bersifat liberal-individual, tetapi tidak berkembang tanpa memperhatikan realitas sosial yang menjadi basisnya.

Pada pilkada 2018 mendatang pendekatan EPB tidak serta merta diartikan bagi-bagi uang kepada calon pemilih. Bukan membeli suara seharga ratrusan ribu rupiah untuk memenangkan pertarungan politik. Pasar potensial tentu saja akan menolak, kendati realitas pemilih secara ekonomi memerlukannya. Jika EPB dimaknakan seperti itu dan terus berlangsung, sesekali jangan berharap akan lahir masyarakat pemilih yang cerdas.

Inilah sebabnya beberapa tahun lalu beredar anjuran: Terima uangnya, jangan pilih orangnya. Meski anjuran tersebut bersifat hipokrit, namun masyarakat (pasar) punya alasan tersendiri melakukan hipokrisi itu. Alasan yang kerap dikemukakan adalah kelak setelah kandidat berhasil duduk di jabatan yang dituju, kebijakannya tidak akan memihak masyarakat. Di sisi lain kandidat pun berasumsi bahwa ia telah membeli suara pemilih (pasar dalam pengertian tersendiri).

BACA JUGA:  Kepergok Tengah Mabuk, Seorang Pemuda Diinterogasi Polisi

Kekuatan pasar dengan demikian semakin teruji tatkala parpol menempatkannya sebagai lahan produk jual politik. Artinya semakin jelas orientasi pasar suatu parpol maka semakin berhasil meraih simpati dan animo masyarakat terhadap parpol itu.

Banyak hal lain terekam dalam fragmentasi parpol dan pasar. Hal dimaksud ialah komunikasi politik alias public speaking para aktivis parpol saat bertandang ke pasar. Kemampuan berbicara di hadapan publik, layaknya seorang sales/ pedagang tak pelak jadi ukuran keberhasilan pemasaran produk politik. []

*) penulis lepas, tinggal di Cirebon.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *