Optimis, Gerabah Sitiwinangun Bangkit

-dok istimewa

Oleh: Nurdin M Noer*

CIREBON (CT) – Ironis, desa yang merupakan awal “peradaban gerabah” di Jawa Barat ini nyaris hilang. Pasalnya, menurut Kuwu Desa Sitiwinangun, Ratija Bratamenggala, perajin gerabah di desa tersebut saat inimakin susut. Dari semula 3.000 perajin, kini tinggal 30 orang saja.

Ratija mengatakan hal itu kepada penulis ketika menandatangani kerjasama bisnis antara Ketua Forum Bisnis Cirebon, Sultan Arief Natadiningat dan pihaknya di Kantor Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (BKPP) Wilayah Cirebon belum lama ini.

Desa Sitiwinangun pada masa pra-Islam merupakan desa pusat pembuatan gerabah (tembikar). Dari Sitiwinangun karya-karya para perajin mengalir ke seluruh Nusantara, termasuk pernah merajai pasar di Pulau Dewata Bali. Di Cirebon sendiri, pusat penjualan gerabah terfokus di daerah Panjunan. “Insya Allah dengan kerjasama ini perajin Desa Sitiwinangun kembali berjaya,” katanya optimis.

Dari catatan sejarah yang ada, sejak memasuki abad ke-15 Cirebon sudah mulai memasuki “peradaban gerabah”. Karya-karya gerabah seperti genteng, batubata, gentong, celengan, pot bunga dan sebagainya masih jadi andalan mata pencaharian sebagian penduduk Cirebon. Pusat pembuatan gerabah terdapat di Desa Sitiwinangun Kabupaten Cirebon. Sedangkan pusat penjualannya terdapat di daerah Panjunan Kota Cirebon.

Salah satu bukti puncak kebesaran “peradaban gerabah” di Cirebon dengan dibangunnya “Mesigit Abang” atau dikenal dengan nama “Masjid Bata” di Panjunan. Hampir seluruh dinding, lantai, tembok, kamar kecil, tempat wudlu, kubah masjid (memolo) dan jembangan terbuat dari gerabah. Kecuali atap masjid yang terbuat dari sirap dan beberapa tihang penyangga terbuat dari kayu jati. (NMN)***

*Penulis adalah pemerhati kebudayaan lokal. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *