Mulai Sekarang, Pengambilan Paspor Bisa Pakai Jasa ‘Delivery Service’

Ilustrasi

CIREBON (CT) – Program ‘delivery service’ dan program ‘Early morning service’ adalah program baru dalam pelayanan pengurusan paspor yang resmi diluncurkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Pogram ‘delivery service’ dihadirkan untuk menghilangkan kepenatan masyarakat karena harus datang saat pengambilan paspor. Secara teknis, proses pembuatan paspor cukup panjang dan memakan waktu. Pemohon harus melakukan pendaftaran dan memenuhi semua persayaratan yang berlaku di kantor imigrasi.

Selang tiga hari kemudian, pemohon harus kembali ke kantor imigrasi untuk mengambil paspor legal miliknya. Namun program ‘delivery service’, sedikit memanjakan pemohon. Karena paspor yang sudah legal akan diantar melalui jasa Pos Indonesia ke rumah atau ke tempat kerja pemohon dengan catatan mencantumkan alamat sejelas-jelasnya.

Sementara, program Early Morning Service atau pelayanan di pagi hari. Keunggulan program ini, loket pendaftaran di kantor imigrasi akan dibuka sejak pukul 06.00 hingga 14.00 WIB. Loket reguler yang biasanya buka pada pukul 09.00 hingga 16.00 WIB tetap beroperasi.

Pelayanan early morning ini menanggapi masalah penumpukan pendaftaran di pagi hari. Khususnya, di kota-kota besar seperti, Medan, Surabaya dan Jakarta. Penetapan waktu program pelayanan early morning service diserahkan pada masing-masing kantor imigrasi di tiap wilayah.

Selain itu, Kantor Imigrasi Wilayah Cirebon juga menerapkan program pelayanan pengurusan paspor yang cukup unik. Pemohon bisa mengambil paspor dengan cara drive-thru. Program ini mengusung kecepatan pelayanan secara mobile. Di area kompleks kantor imigrasi ditempatkan sebuah kotak pemindai barcode.

Pemohon cukup berkendra, kemudian berhenti sejenak di dekat kotak tersebut untuk memindai barcode paspor miliknya, lalu dilanjutkan menuju loket pengambilan paspor. Serupa dengan pelayanan drive-thru di restoran cepat saji.

Namun program tersebut agaknya masih terkendala sejumlah persoalan pendukung program tersebut. Seperti persoalan listrik yang memakan banyak tenaga, serta kurangnya sumber daya manusia. (Net/CT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *