Citrust.id – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan, membuat Undang-Undang (UU) tak boleh sembarang. Kualitas kerja legislasi DPR pun harus jadi perhatian.
Menurut Puan, tolok ukur perumusan program legislasi tidak berdasarkan dari banyaknya undang-undang, akan tetapi dari kualitasnya. Puan terus menggaungkan hal itu terus sejak pelantikannya pada Oktober 2019.
“Membuat undang-undang tak boleh sembarang. Tidak bisa sekedar memasang target 100 atau 200 UU. Namun, yang jauh lebih penting adalah pembahasan UU melalui mekanisme yang benar serta memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat. Kerja legislasi DPR tidak hanya sekadar kuantitas, tetapi juga soal kualitas,” kata Puan.
Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti mengapresiasi pernyataan Puan. Prinsip itu bagus. Penyataan Puan itu sebagai autokritik atas intitusi DPR.
Jika sebagai aoukritik, Puan harus bisa memastikan pembuatan UU yang bermutu secara kualitas, prosedural, dan kuantitas. Itu yang harus menjadi fokus utama Puan ke depan.
“Apakah pernyataan itu semacam autokritik sebagai stretegi Puan mengembangkan peran dewan pada masa akan datang dengan membenahi tiga persoalan dalam legislasi ini atau apa. Kita tunggu realisasinya,” tandas Ray.
Sebelumnya, pengesahan UU TPKS oleh Ketua DPR RI Puan Maharani pada 14 April 2022. UU itu mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan dan sebagai salah satu keberhasilan DPR dalam menggodok UU. Menurut Ray, pernyataan Puan juga tidak bisa dialamatkan secara sempit pada UU TPKS.
“Kalau untuk itu saja, ya menurut saya sangat sempit. Seharusnya untuk keseluruhan produk undang-undang di DPR,” pungkasnya.
Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengungkapkan, Puan seharusnya punya sikap dan respons yang sama pada sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang sejak lama sudah publik menunggu. Bukan hanya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“UU TPKS tentu sangat penting, tetapi publik tidak hanya membutuhkan RUU TPKS. Masih ada RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Penanggulangan Bencana, dan lain-lain. Penghormatan terhadap rakyat jangan pilih-pilih. Semua yang jelas dibutuhkan itu mesti bisa kerjakan tepat waktu oleh DPR,” ujarnya.
Lucius mengungkapkan, jika pengesahan RUU TPKS bisa menjawab aspirasi dan kebutuhan hukum publik terkait penegakan kasus kekerasan seksual, maka ia sangat mengapresiasi. Namun, hal itu tidak berarti proses RUU TPKS hingga sah menjadi UU TPKS tanpa kekurangan.
Menurutnya, peran publik sangat penting dalam pengesahan RUU TPKS. Jika publik tidak terus-menerus menekan DPR agar segera mengesahkan RUU TPKS, mungkin sampai sekarang UU TPKS tidak juga tuntas dibahas. Lucius menambahkan, Puan tak cukup berperan dalam UU TPKS. Puan terlihat baru mulai sangat peduli pada fase akhir.
“Tentu saja ia sebagai Ketua DPR punya kuasa yang besar untuk mendorong proses yang cepat kalau kemauan politik itu memang tulus. Namun, saya lihat respons Puan lebih terlihat sebagai langkah politik memanfaatkan RUU TPKS,” pungkasnya. (Rls)
Komentar