Ini Sejarah Terbentuknya Organisasi Lingkungan 350

KUNINGAN (CT) – ‘350’ didirikan tahun 2008, oleh sekelompok orang di belahan dunia yang peduli terhadap isu perubahan iklim. Mereka ingin membangun gerakan sosial yang menyikapi isu perubahan iklim, karena pada saat itu, masalah perubahan iklim adalah masalah yang paling mendesak yang harus disikapi. Pasalnya, keadaan iklim pada saat itu, sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh para ilmuan, dan solusi-solusi yang ditawarkan pemerintah tidak sesuai harapan.

“Kisaran tahun 2007-2009 ada momen dimana para pemimpin dunia berkumpul, untuk menyepakati target angka iklim dunia. Akhirnya, kalau berdasarkan penelitian para ilmuan, yang paling aman untuk bumi itu 350 jumlah karbondioksida di atmosfer. Kalau angkanya 350, bumi kita masih aman. Itu lahir dari ilmuan yang meneliti. Fakta yang paling mengerikan, saat angka itu dikeluarkan, karbondioksida bumi kita dilevel 387 dan sekarang di atas 400,” ungkap Will Bates, salah satu pendiri 350 Internasional, saat menuturkan sejarah terbentuknya organisasi lingkungan itu, pada acara Pelatihan Masyarakat Anti Batu Bara tingkat nasional, di Villa Anugerah, Linggarjati, Kabupaten Kuningan, Kamis (11/02).

Lebih lanjut Will menuturkan, angka tersebut sebagai simbol untuk mengingatkan bahwa 350 itu adalah angka yang penting, dan tanda panah di depan angka 3, itu artinya harus kembalikan karbondioksida sebelum zaman revolusi industri, yakni di bawah 350, dan untuk menurunkan kembali itu harus ada revolusi politik dan sosial. Menurutnya, ide dasar gerakan yang ia lakukan, ingin membuat revolusi yang dilakukan secara damai tanpa kekerasan, untuk merubah iklim dunia.

“Awal mula bergerak pada tahun 2009 di Copenhagen. Itu pertama kali 350 memobilisasi massa di seluruh dunia, pada saat itu timnya masih kecil. 6 minggu sebelum pertemuan itu, tim kecil menyebarkan angka 350 itu. Satu pesan serentak yang disampaikan masyarakat di berbagai belahan dunia. Pada saat itu, ada sekitar 5200 acara di 122 negara. Meskipu gagal membuat pemimpin negara berkomitmen. Namun, kita bisa terhubung satu sama lain menjadi kekuatan kolektif, sehingga bisa terlihat pada masyarakat,” Tuturnya.

Menambahkan, Bejo Kurniawan koordinator 350 Indonesia, 350 sudah tersebar di beberapa negara-negara di Asia, Eropa, dan Amerika, salah satunya di Indonesia. Ini perlu, karena untuk melakukan gerakan perubahan tidak bisa sendiri atau satu kelompok saja, butuh mobilisasi massa di seluruh dunia dan juga menggandeng kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh besar, seperti halnya seniman.

“Kampanye publik tidak bisa kita lakukan sendiri. Harus menggandeng masyarakat dan termasuk seniman, karena suara mereka sangat didengar,” pungkasnya. (Riky Sonia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *