Ikon Khas Majalengka Apa, sih?

Oleh: M. Abduh Nugraha, SH
(Jurnalis media online. Tinggal di Majalengka)

 

Setiap pulang kampung atau dikunjungi oleh sanak family dari luar kota, penulis selalu diminta oleh-oleh khas Majalengka.

Sempat bingung juga mau bawa apa oleh-oleh khas Majalengka itu. Akhirnya karena penulis tinggal di wilayah selatan membawa makanan khas setempat seperti raginang, roronge atau rempeyek, dan saroja yang di Kabupaten/kota lain juga sebenarnya ada.

Ketika penulis membawa oleh-oleh “Kecap” yang dibuat oleh pabrik kecap di sekitar wilayah Majalengka kota dengan kemasan waktu itu masih botol kaca atau beling, yang dikirim oleh penulis itu “meni bungaheun” (bahagia-red). Akhirnya penulis tidak bingung lagi setiap ada yang minta dikirim oleh-oleh khas Majalengka selalu membawa Kecap.

Baru-baru ini, “teu gugur teu angin, ujug-ujug” jeder wae Bupati Majalengka di sebuah media online menyatakan bahwa icon Majalengka itu terakota seperti yang ada di alun-alun Kabupaten Majalengka yang baru selesai dibangun tahun 2021 dan akan dibangun lagi di alun-alun Kecamatan Jatiwangi dari bahan terakota dengan anggaran 7,7 miliar.

Penulis kaget, aslinya wani “dikutuk” kawin deui jeung Amanda Manopo atawa Desy Ratnasari, Penulis baru tahu ada terakota itu tahun 2021 setelah alun-alun Kabupaten Majalengka selesai dibangun, sebelumnya tahun 2019 jujur penulis pernah main ke alun-alun Bandung yang “mirip” dengan alun-alun Kabupaten Majalengka tapi ga ngeh kalau itu terakota dari Jatiwangi.

Jujur yang penulis tahu dari kecil sampai menikah dan punya anak 2, itu Genteng Jatiwangi. Penulis punya saudara di Jakarta, Bandung dan lain-lain juga pada tahu ke Genteng Jatiwangi bahkan katanya sudah terkenal ke luar Pulau Jawa bahkan ke Luar Negeri.

Tapi naha nu dijadikeun ikon bet terakota lain Genteng Jatiwangi ???

Satu lagi pertanyaan penulis, kalau icon terakota mau dijadikan icon oleh Pemerintah Kabupaten sekarang, kenapa di Alun-alun Kecamatan Talaga tidak ada terakotanya padahal itu dibangun saat masa rezim yang sekarang berkuasa juga?

BACA JUGA:  Teater Tutur dari Aceh

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dengan kekuatan APBDnya memang bisa saja “memaksakan” membangun dan membranding icon sebuah kota/kabupaten walaupun masa Jabatan Kepala Daerah dibatasi maksimal 2 periode atau 10 tahun.

Dalam masa 10 tahun tersebut bisa saja membangun icon-icon terakota dengan kemampuan APBDnya. Namun pertanyaan nya akankah icon terakota menjadi budaya dan menyerap ke dalam kehidupan sehari-hari warga Majalengka dari 26 Kecamatan ?

Menurut hemat penulis alangkah lebih baik kalau Pemkab itu mengambil icon itu dari masyarakat dan dibuat oleh masyarakat menjadi budaya dan tradisi atau kebiasaan masyarakat sehari-hari. Apakah Pemkab bisa memaksa setiap masyarakat yang membangun rumahnya menggunakan terakota? Kalau menggunakan Genteng Jatiwangi sih dari dulu setahu penulis 90% lebih menggunakan Genteng Jatiwangi.

Contoh DKI Jakarta sebagai kota paling modern se-Indonesia tetap konsisten dengan ondel-ondel dan “kerak telor” sebagai makanan khas asli Betawi. Di Ulang Tahun DKI mulai namanya PRJ (Pekan Raya Jakarta) sampai sekarang namanya Jakarta Fair tetap konsisten icon Jakarta itu ondel-ondel dan kerak telor dan itu berasal dari budaya dan kebiasaan masyarakat bukan dibuatkan oleh Pemprov DKI.

Di Majalengka memang setiap Kecamatan mempunyai adat, tradisi dan kebiasaan masing-masing. Orang Jatiwangi membuat Genteng, orang Sindangwangi menanam Durian, orang Talaga membuat Tahu, orang Panyingkiran menanam pohon Mangga, orang Argapura menanam sayuran dan lain-lain.

Nah icon khas apa sih yang bisa mewakili masyarakat Majalengka dari 26 Kecamatan? Mangga para Inohong di Majalengka difasilitasi Pemkab supaya bermusyawarah.

Mungkin sekarang Majalengka lagi krisis identitas seperti ABG labil yang sedang mencari identitas diri. Di Bunderan Cigasong ada patung Mangga Gedong Gincu yang hak paten nya dimiliki oleh Majalengka namun “tidak sukses” menjadi ikonik Majalengka, berbeda dengan Patung Mangga di Indramayu yang sukses menjadi ikon dan menggelegar cetar membahana dan terbukti julukan “Kota Mangga” lebih melekat ke Indramayu dan orang-orang juga lebih mengenal bahwa “Kota Mangga” itu Indramayu.

BACA JUGA:  Dikotomi Ritel Modern dan Tradisional Sepantasnya untuk Segera Ditanggalkan

Baru-baru ini juga Kabupaten Majalengka mendapatkan anugerah sebagai Kabupaten kreatif. Dan memang patut diapresiasi dengan maraknya pembangunan dalam 2 tahun terakhir ini mulai dari Bunderan Globe, Taman Munjul, Skywalk GGM sampai alun-alun Kabupaten. Salut!

Yang lebih salut lagi sampai kota lain juga meniru apa yang ada di Majalengka. Taman Globe ditiru oleh Universal Studios di Singapore, Skywalk GGM ditiru oleh Cihampelas Walk di Kota Bandung dan alun-alun Kabupaten pun ditiru oleh alun-alun Kota Bandung, mirip banget menurut saya konsepnya terutama ide pakai rumput sintetisnya sama persis. Mungkin Arsiteknya orang yang sama penulis tidak tahu wallahu alam….

Penulis berharap pesatnya pembangunan di Majalengka ini berkesinambungan dan konsisten. Jangan begitu ganti Rezim icon nya dirubah lagi, penulis berharap icon terakota ini langgeng walau Rezim berganti.

Seperti Kabupaten tetangga Kuningan konsisten dengan icon “Kuda Kuningan ” setiap berganti rezim pun tetap icon nya “Kuda Kuningan ” bahkan penulis sempat main ke Taman Kota disana Patung Kuda semakin banyak dibangun dan semakin menegaskan bahwa icon Kuningan itu “Kuda Kuningan “.

Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung siapa pun dan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada yang tersinggung. Ini sekedar kritikan supaya Majalengka lebih baik lagi dan bukti kecintaan penulis agar Kabupaten Majalengka mempunyai icon yang khas, unik, konsisten dan tentunya menjadi kebanggaan kita semua.

Suara Rakyat itu Suara Tuhan
Semangat Raharja !!!

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *