Ilustrasi
CIREBON (CT) – Hasil analisis data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Badan Dunia untuk Anak-anak (UNICEF), menyebut Indonesia masih memiliki angka pernikahan anak yang tinggi, berkisar 23 persen. Temuan ini, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru menyentuh permukaan.
Menurut Maria Ulfa Anshor, Komisioner Bidang Sosial KPAI, kasus anak perempuan 14 tahun misalnya yang dinikahkan oleh orangtuanya. Karena usia sang anak tak memungkinkan mendapatkan legalitas hukum, maka pernikahan dilakukan secara di bawah tangan.
Bila orang tua menginginkan akta nikah, maka harus meminta persetujuan dari pengadilan. Namun karena terhalang usia anak yang masih di bawah umur, maka ara manipulasi dengan mengarang usia anak untuk ‘sah di mata hukum’ menjadi satu-satunya pilihan.
Di sisi lain, Maria menganggap prevalensi pernikahan usia anak di Indonesia sebesar 23 persen, masih belum mengungkap kondisi seutuhnya yang terjadi. Ia menilai masalah pernikahan anak adalah sebuah masalah yang kompleks.
Maria menganggap, ada banyak faktor yang menyebabkan pernikahan anak tak kunjung selesai dan mengalami perlambatan penurunan, salah satunya adalah kemiskinan. Namun, faktor lain menurutnya adalah pengaruh dari kepercayaan pelaku pernikahan usia anak. (Net/CT)