Semarak Emosi dalam Maskumambang Nenden Lilis A

Oleh Seimma Nurul Prahikmahtin

Judul        : Kumpulan Puisi Dua Bahasa Maskumambang buat Ibu
Penulis    : Nenden Lilis A.
Cetakan   : Oktober, 2016
Penerbit   : Rumput Merah, Bandung
Tebal        : 117 halaman

DALAM salah satu bukunya, Nenden Lilis A. mengemukakan bahwa menulis karya fiksi dan puisi tidak hanya memerlukan aspek pikiran, tapi juga imajinasi dan perasaan. Untuk menulis sebuah karya yang bermutu sastra, pengarang memerlukan kekayaan imajinasi dan kepekaan perasaan. Hal tersebut dapat diperoleh jika pengarang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan.

Nenden Lilis A. memang tak main-main dengan ucapannya. Pada antologi puisinya yang kedua bertajuk Maskumambang buat Ibu, ia memberikan lima puluh bukti berupa puisi-puisi yang memiliki mutu sastra tinggi. Kelima puluh puisi tersebut diperolehnya melalui tafakur yang dalam terhadap lingkungan sekitar.

Kualitas Nenden Lilis A. sebagai sastrawan wanita Indonesia memang tak perlu diragukan lagi. Melalui “Maskumambang buat Ibu” yang diterbitkan pada tahun 2016 tersebut, terlihat bahwa intuisinya sebagai seorang satrawan memang telah terasah dengan tajam. Ia mampu mengolah setiap detail kecil kehidupan menjadi karya sastra yang bermakna luas dan begitu ‘ganas’. Ia membuktikan bahwa pamor buku-buku yang berbingkai sastra serius masih mampu menunjukkan eksistensinya di kalangan masyarakat luas.

Sastrawan kelahiran 26 September 1971 tersebut nampaknya menyetujui betul pendapat Sapardi ketika mengutarakan bahwa terjemahan yang baik adalah seperti wanita cantik, tidak selalu setia. Ia membiarkan antologi puisinya kali ini disusun berdasarkan tahun pembuatan tanpa disekat-sekat dengan tema tertentu agar pembaca lebih leluasa menafsirkan keseluruhan karyanya. Lagi-lagi, Nenden Lilis A. membuktikan jati dirinya sebagai sastrawan Indonesia dengan menyuguhkan karya yang multitafsir kepada penikmatnya.

Membaca setiap puisi dalam antologi Nenden Lilis A. berjumlah 117 halaman ini, kita seolah membaca sebuah buku harian yang begitu tebal dan ‘dalam’. Nenden Lilis A. mengisahkan setiap fase kehidupannya melalui tulisan-tulisan bercorak liris. Setiap larik dalam puisinya seakan membawa kita pada berbagai keadaan yang pernah dialaminya, baik ketika tengah berduka, bahagia, jatuh cinta, maupun keadaan emosional lainnya. Tengok saja salah satu puisi berjudul Kerikil berikut. Puisi tersebut mewakili perasaan seseorang yang tercerabik hatinya dan mengalami sakit hati yang amat dalam. Kita seakan diajak menengok luka hati seseorang yang begitu papa.

akhirnya, tinggal kerikil di hatiku
dan rasa linu jari-jari dicongkel kukunya
bertahun mengingatmu hanya mengundang
kesedihan seseorang menimba air
di sumur kering yang tua
di hening malam derit katrolnya kian terasa

tapi masih juga kakakanmu menggemaung
menepikan angin
lalu lama berhuni di gelap dadaku
memperdengarkan kepuasan seseorang
mengulur dan menarik tali
pada tangan yang tak kau sempat meraihnya

ada sereset bambu di ulu tenggorokan
ingin kuteriakkan agar kau dengar
sebelum lebih dalam menggoresi pita suaraku;
membuatnya berdarah

1999

Nenden Lilis A. melalui antologinya juga ‘memproklamirkan’ sisi religiositas seorang sastrawan. Ketika pada suatu waktu ia sempat mengatakan bahwa semakin dekat seseorang dengan sastra, maka semakin dekat pula ia pada Tuhannya, kali ini ia memberikan bukti konkret melalui puisi berjudul Tafakur Waktu. Dalam puisi tersebut, kita dapat merasakan keresahan hati seseorang yang terus menerus terjebak dalam gersangnya dunia hingga merasa haus dan rindu akan segarnya embun kasih sayang Tuhan.

maka hitungan rakaat shalatku
adalah hitungan tiang-tiang stasiun sibuk,
gedung-gedung sepanjang jalan padat,
dan langkah cepat yang telah letih

shalatku pun tergesa dan singkat,
meski hatiku panjang merindu-Mu, Tuhanku

shalatku pun kering
tapi bisakah aku
menjadi daun yang tetap segar
ketika gugur

2008

Maskumambang buat Ibu bukan sekadar curahan hati seorang individu, melainkan juga refleksi kehidupan masyarakat majemuk. Nenden Lilis A. melukiskan kisah hidupnya dengan aku lirik dan penceritaan objek yang universal. Hal tersebut membuat karya-karyanya banyak diapresiasi oleh masyarakat, termasuk para pemerhati dan penerjemah sastra Indonesia yang kemudian disikapinya melalui gaya penulisan dua bahasa, Indonesia dan Inggris.

Sajian memukau yang disuguhkan oleh Maskumambang buat Ibu ini sama halnya dengan yang ditulis Nenden Lilis A. dalam salah satu puisinya, seperti bunga wijaya kusuma mekar menyemarakkan puncak malam. Puisi-puisi yang lahir dari kepekaan hati Nenden Lilis. A. mampu menyemarakkan kazanah kesusastraan Indonesia. Semoga juga mampu menyemarakkan hatimu, para pembaca! []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *