Ilustrasi
CIREBON (CT) – Berdasarkan data, pada 2013 terjadi 1644 kasus tabrak lari, menurun di 2014 menjadi 1585 kasus, dan 2015, angkanya melonjak jadi 1806 kasus.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum (Bin Gakum) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto, sehingga pada tahun 2015, jumlah kasus tabrak lari meningkat signifikan.
Budiyanto mengatakan bahwa sesuai pasal 231 Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas, wajib menghentikan kendaraan, memberikan pertolongan kepada korban. Kemudian melaporkan kecelakaan kepada polisi, dan memberikan keterangan terkait kecelakaan yang dialaminya.
Namun, faktanya banyak yang tidak melakukan tindakan seperti yang disebutkan dalam pasal 231, maka sanksi pidana siap menanti.
Pada pasal 312 Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, dan diberi sanksi pidana penjara 3 tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta.
Menurut Budiyanto, ada beberapa hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan tabrak lari. Pertama, takut karena pertimbangan keamanan, lalu tidak tahu harus berbuat apa, kemudian ingin lepas dari tanggung jawab hukum. (Net/CT)