Citrust.id– Pengamat menilai, pertemuan Ketum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dengan Ketum DPP PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, berkaitan dengan pilpres 2024.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri menerima kunjungan silaturahmi Prabowo Subianto. Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai, pertemuan Prabowo dan Megawati itu lekat dengan persiapan Pilpres 2024.
“Ya pasti kaitkan dengan pilpres. Kalau cuma silaturahmi biasa kan bisa lewat telepon, video call, beres kan? Pasti ada kaitannya dengan 2024,” ujar Adi, kemarin.
Menurutnya, kendati pertemuan itu tidak diakui sebagai persiapan Pilpres 2024, tetapi hal itu tidak menampik adanya faktor kedekatan antara Megawati dan Prabowo.
“Memang tidak ada (obrolan) pilres, tetapi silaturahmi ini kan semakin menegaskan, bahwa Prabowo cukup lengket dengan Megawati,” tambahnya.
Adi menambahkan, silaturahmi politik itu juga bisa dinilai sebagai pencanangan duet Prabowo-Puan yang beberapa saat lalu mendapati hasil positif berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
“Artinya, duet Prabowo-Puan itu relatif leading. Setidaknya publik sudah mengenal dua orang itu terkait 2024. Jadi, silaturahmi politik itu kemarin seakan-akan menambah amunisi supaya publik itu terus bicara tentang kemungkinan Prabowo-Puan bisa duet bareng,” tegasnya.
Survei SMRC menunjukkan, jika yang bertarung hanya dua pasangan, Prabowo Subianto-Puan Maharani melawan Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono, hasilnya Prabowo-Puan mendapatkan 41 persen, Anies-AHY 37,9 persen, dan 21 persen yang belum menentukan pilihan.
Sedangkan dalam simulasi Prabowo-Puan melawan Ganjar-Airlangga, Prabowo-Puan meraih 39,3 persen, Ganjar-Airlangga 40,3 persen, dan 20,5 persen yang belum menentukan pilihan.
Sementara, pengamat politik Yunarto Widjaja mengatakan, adalah hal yang sulit, meskipun kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Menurut dia, ‘perkawinan’ dua partai pemenang pemilu dan ‘runner up’ akan sulit menentukan siapa Capres dan Cawapresnya.
“PDIP surveynya jauh di atas Gerindra. Sulit buat saya membayangkan partai pemenang pertama itu mau hanya menjadi cawapres. Saya juga tidak bisa membayangkan, Pak Prabowo karena menyadari partainya hanya peringkat kedua mau mengalah sebagai cawapres, karena Prabowo kapasitasnya sebagai capres,” ujar Yunarto Wijaya Kamis, (5/5/2022).
Pria dengan sapaan akrab Totok itu menambahkan, pihaknya menggunakan pendekatan kepentingan politik, kedua partai itu untuk bergabung karena positioning PDIP di atas Gerindra.
“Di sisi lain, elektabilitas Mbak Puan di bawah Prabowo,” sebut pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia itu.
Duet PDIP dan Gerindra pernah terjadi pada tahun 2009, memasangkan Megawati Soekarno Putri dan Prabowo. Bahkan seremoninya dengan Perjanjian Batu Tulis. Namun, pada pemilu 2014, PDIP malah mengusung Jokowi dan Jusuf Kalla. (Rls)