Bahas Pelarangan Buku di Indonesia, Mahasiswa Angkat Bicara

  • Bagikan
Bahas Pelarangan Buku di Indonesia, Mahasiswa Angkat Bicara

Citrust.id – Polemik buku-buku yang dilarang menjadi perbincangan hangat di kalangan akademisi, tak terkecuali mahasiswa.

Menyikapi hal itu, komunitas Literasi Senja adakan khataman buku berjudul ‘Pelarangan Buku di Indonesia’ karangan Iwan Awaluddin Yusuf, dkk.

Tesi Nuraeni, salah satu anggota Literasi Senja menuturkan, pelarangan buku di Indonesia merupakan sebuah ironi demokrasi di Indonesia. Tambah dia, bentuk pelarangan ini sama halnya dengan membatasi ruang imaji seorang penulis khususnya.

“Ini kan jadi masalah juga, bagaimana kita akan bebas mengungkapkan pemikiran jika adanya suatu batasan. Bahkan kita dipaksa menerima cap tidak boleh tanpa tahu alasan rincinya,” ungkapnya kepada citrust.id di Jus Kuphi Medan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Senin (19/11/2018) malam.

Dirinya menilai, dalam hal ini penulis ingin membuat perlawan dengan menghadirkan buku berjudul cukup kontroversial tersebut. Hal demikian tentunya menjadi gambaran betapa peliknya para pemimpin dalam menutup akses aktivis yang dianggap membahayakan kedudukan.

Kata Tesi, tidak dengan statement menjatuhkan, melainkan berupa tindak nyata sebuah karya. Buku ini adalah bukti dari sekian banyak bentuk perlawanan sekarang ini.

Sementara itu, Rahman salah satu peserta diskusi mengatakan, pembatasan ruang bagi aktivis yang membahayakan kepemerintahaan merupakan hal yang lumrah di masa awal kemerdekaan. Meski hal itu, tidaklah dibenarkan.

Berbanding terbalik jika berkaca pada konteks di zaman sekarang. Tambah dia, sebelum naik cetak buku-buku mendapat penyortiran terlebih dahulu oleh pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia guna menyeleksi konten buku mana yang berpotensi merusak ideologi dan memiliki kebohongan. Hal ini ditandai juga dengan adanya indeks Internasional Standard Book Number (ISBN) dalam buku layak baca.

“Hasil penyortiran ini kan menyatakan apakah buku ini layak atau tidak beredar luas di masyarakat. Makanya, konteks yang ada di zaman dahulu harus menjadi pembelajaran serius dalam mewarnai masa depan agar menjadi lebih baik,” katanya.

BACA JUGA:  Cagub DKI Jakarta Anies Baswedan Mampir di Cirebon Makan Nasi Lengko

Berdasarkan data yang berhasil citrust.id himpun, buku-buku terlarang tersebut ialah ‘Dalih Pembunuhan Masal: G30S dan Kudeta Suharto’ karya John Roosa, ‘Suara Gereja Bagi Umat Tertindas: Penderitaan Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri’ karya Socratez Sofyan Yoman, ‘Enam Jalan Menuju Tuhan’ karya Darmawan, dan masih banyak lagi./dhika

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *