Jadi Pasien BPJS Kesehatan (1)

  • Bagikan
pasien bpjs
Foto: bpjs-kesehatan.go.id

Catatan Dadang Kusnandar

PENGUMPULAN uang rakyat dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang bergerak di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan memicu plus minus. Satu sisi masyarakat merasa terbantu memperoleh layanan sosial ketika membutuhkan. Puskesmas, klinik, rumah sakit serentak melayani pengguna BPJS Kesehatan. Dalam hal ini pemerintah berhasil mengkoordinir antarlembaga pemerintah bagi kepentingan rakyat.

Akan tetapi ketika timbul masalah BPJS disuntik oleh asap rokok, publik tercengang. Subsidi silang yang menohok ini mengingatkan kerasnya kecaman bahaya kesehatan bagi perokok dari pemerintah meski pajak rokok tetap diburu untuk pembangunan. Dalam arti lain, ada fenomena menarik yang diam-diam berkelindan di tubuh BPJS.

Akumulasi keuangan rakyat tak pelak menimbulkan permasalahan seputar pengelolaan yang transparan serta siap dimonitor dan evaluasi oleh lembaga independen. Kesediaan BPJS untuk diaduit lembaga independen jauh lebih penting daripada perubahan berbagai aturan yang tampaknya membingungkan pihak rumah sakit non pemerintah.

Tulisan pendek ini akan membahas serba sedikit tentang pasien BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit. Pengguna setelah mengurus berbagai surat bisa masuk ke ruang inap. Foto copy KTP, Kartu Keluarga dan Kartu BPJS harus selalu disertakan. Tanpa ketiga salinan kartu ini dijamin akan mengundang masalah. Mari kita lihat seberapa penting fungsi kartu ini.

Jika membuka database BPJS di komputer rumah sakit maka seketika nama pengguna muncul, termasuk data lain yang dibutuhkan. Bahkan data BPJS pun secara online bisa diakses dari tempat mana pun. Data digital sudah mewakili keberadaan konsumen dan ini berarti untuk apa lagi kegunaan data cetak (print out). Data yang sama dengan peran yang sama cukup menggunakan satu jenis saja.

Pertanyaannya apakah serumit itu masalah administrasi dan surat menyurat perkantoran di Indonesia? Kedua, apakah semakin terlihat tumpukan berkas (kertas kerja) semakin memperlihatkan kesibukan kerja? Ketiga, tidak adakah kebijakan yang praktis dan mempermudah kerja tanpa memperbanyak/ menambah pekerjaan yang tidak perlu?

BACA JUGA:  Ada JKN-KIS, Juhariyah Tak Khawatirkan Biaya Pelayanan Kesehatan

Mungkin ini yang selalu jadi sorotan bahwa Indonesia merupakan negara yang suka dengan belitan birokrasi, suka dengan kerumitan/ keruwetan alias bertele-tele. Hal sederhana dibuat susah dan jika perlu semua persoalan dibuat menjadi susah supaya tampak ada pekerjaan.

Kembali ke BPJS Kesehatan yang mengharuskan customer menyertakan salinan KTP, Kartu Keluarga, dan Kartu BPJS ~sebaiknya dihentikan saja. Cukup klik komputer, pasien masuk ke ruang rawat/ inap tanpa penyertaan tiga kartu tersebut di atas. Pelayanan yang mudah, manusiawi, sadar teknologi, menjadi paramater kemajuan peradaban.

Apabila BPJS Kesehatan berani mengubah kebijakan kecil ini ke depan diharapkan ada perubahan besar bagi prestasi BPJS di masyarakat. Hingga kini peran dan fungsi BPJS masih dipandang dengan cibiran miring oleh sebagian masyarakat. Untuk itulah harus segera berbenah demi meraih kepercayaan masyarakat.[]

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *