Oleh DADANG KUSNANDAR*
SETELAH Universitas Pamulang melarang mahasiswinya mengenakan cadar, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan hal yang sama. Berbagai komentar bertabur. Satu isu muncul lagi.
Perempuan bercadar yang menutup seluruh tubuh dan hanya sepasang mata yang tampak bukan pemandangan baru. Meski banyak pendapat bahwa cadar merupakan budaya Arab, setidaknya pasti alasan tertentu kenapa cadar dikenakan dalam segala aktivitas keseharian.
Maka pelarangan itu yang seharusnya dipertanyakan. Alasan tentang eksklusifisme semata menurut hemat saya kurang tepat, karena hampir seluruh kaum ideologis punya eksklusivitas masing-masing. Sepanjang eksklusifisme itu tidak mengganggu orang lain (ketertiban umum), biarkan saja.
Terlebih jika cadar dikaitkan dengan islam radikal, saya sangat tidak setuju. Konon pemakai cadar di UIN Yogyakarta hanya berjumlah 42 orang. Belum tentu mereka menganut paham islam radikal. Paham atau ideologi tidak ditentukan oleh busana. Ia tumbuh dan membesar dari dalam, bukan dari luar.
Rektor UGM Panut Mulyono menjelaskan cadar merupakan cara untuk berpakaian. Asalkan bisa mengikuti semua proses pembelajaran dengan baik, mengenakan cadar tidak masalah. Tersiar kabar UGM tidak melakukan pendataan mahasiswi bercadar.
Rencana pembahasan mahasiswi bercadar antarkampus paska pelarangan di UIN Yogyakarta semoga tidak berlanjut pada sejumlah asumsi bahwa mahasiswi pengguna cadar adalah para ideolog islam radikal. Tidak perlu tindakan terstruktur, apalagi hingga memecat dari daftar mahasiswa alias dikeluarkan dari kampus.
Yang menarik adalah pendapat Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti seperti dilansir beberapa media. Katanya tidak semua perempuan bercadar itu radikal. Banyak yang berpikiran maju dan moderat. Ada pun persepsi bahwa istri para teroris dan tokoh radikal mengenakan cadar, tidak tepat bila digeneralisir.
Pertanyaan yang mengemuka, sejauh itukah otoritas kampus terhadap mahasiswanya? Kedua, benarkah paska pelarangan cadar akan menyusul pelarangan lain yang lebih substantif, yakni pelarangan keyakinan? Ketiga, di manakah kini para pendekar HAM berada? []
*Kolomnis, tinggal di Cirebon.