Cirebontrust.com – Bencana jalan ambles di jalur provinsi, tepatnya Jalan Raya Bukit Maneungteung Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon dampak dari pertambangan tanah atau galian C.
Ya, meski bukit yang dikenal dalam sejarah sebagai benteng atau tempat persembunyian, sekaligus tempat merangkai strategi perang para pejuang Indonesia untuk melawan penjajah kolonial di waktu itu, sudah tidak lagi dikomersilkan alias sebagai lokasi galian C.
Namun tak dipungkiri, gara-gara galian c membuat jalur penghubung dua daerah beda iklim tersebut ambles, hingga terancam putus.
Tentunya bukan karena pertambangan saat ini. Jelas di daerah tersebut sudah tidak ada pertambangan tanah. Yang dimaksud, pencipta bencana hingga mengganggu laju lalulintas itu adalah dampak jangka panjang dari ekploitasi alam besar-besaran, yang sebelum tahun 2010 pernah terjadi di bukit ini.
Hal itulah, yang membuat akses jalan dengan kelebaran sekitar 8 meter, terhitung dari bahu Tempat Penahan Tanah (TPT) bergeser, akibat kondisi tanah labil, hingga membuat TPT yang baru dibangun pada 2010 itu mengalami keretakan parah.
Akhirnya tanah tak tertahan, mengalami kelongsoran, hingga terjadilah ambles dengan kedalaman 5 sentimeter, sepanjang 100 meter di jalan tersebut.
”Sebelum 2010 itu ada aktivitas pengerukan. Mungkin ini penyebabnya, ada human eror dari masyarakat kitanya. Makanya, kalaupun Kabupaten Cirebon welcome terhadap investor, nanti yang memberi kewenangan perizinan ini tetap harus berkomunikasi dengan kita. Dikaji dulu, ini memenuhi syarat atau tidak, karena jelas yang dirugikan adalah kita,” jelas Yuningsih, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, di lokasi kejadian, Senin (24/04).
Ini contoh yang sangat nyata, betapa eksploitasi alam besar-besaran sangat membuat dampak negatif yang signifikan. Bukan hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang dampak tersebut akan dirasakan. Dan jelas itu sangat merugikan, bukan hanya masyarakat, termasuk juga pemerintah yang notabene pemberi tiket izin.
Parahnya, peristiwa seperti ini tidak dijadikan bahan evaluasi, seolah dianggap hal biasa, bahkan diacuhkan begitu saja. Terbukt bukannya memperketat aturan perizinan pertambangan tanah atau galian c, malah seolah pemerintah memberikan pintu selebar-lebarnya bagi para investor untuk melakukan “pengrusakan lingkungan”.
Itu tampak dengan menjamurnya lokasi galian c di Kabupaten Cirebon. Penelusuran Cirebontrus.com, di wilayah Cirebon Timur saja terdapat 4 lokasi galian c. Satu diantaranya masih dalam tahap persiapan, membuat akses jalan.
4 lokasi tersebut diantaranya di Desa Ciawiasih, Kecamatan Susukanlebak, sudah beroperasi sekitar 2 bulanan, kemudian di Kecamatan Lemahabang, sudah beroperasi sekitar dua mingguan, dan yang masih dalam tahapan persiapan yakni di Desa Munjul, Kecamatan Astanajapura, serta di Kecamatan Beber yang terus menerus didemo.
Dari 4 lokasi tersebut, dua diantaranya berizin, dan satu bermasalah dengan status tanah, serta yang satu lagi tak berizin karena menabrak Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon 2011-2030. Namun, meski menabrak aturan, stake holder setempat berani memberikan surat rekomendasi untuk mengurus perizinan.
“Iya, kami memberikan rekomendasi,” ungkap Abd Aziz, Kasie Ketertiban dan Keamanan Pemerintah Kecamatan Astanajapura, saat dimintai konfirmasi beberapa waktu lalu.
Hal itu tentu memicu protes masyarakat. Tak heran jika lokasi galian c sering didemo dan dihentikan paksa oleh masyarakat. Melihat hal itu, masyarakat Kecamatan Astanajapura menilai, pemerintah kecamatan sudah bersikap arogan dan membodohi masyarakat, dengan memberikan rekomendasi untuk perizinan galian c di Desa Munjul yang jelas menabrak aturan.
”Jelas, di Perda Tata Ruang, Kecamatan Astanajapura tidak masuk wilayah pertambangan atau galian. Dan perubahan Perda Tata Ruang itu belum disahkan. Pejabat Kecamatan Astanajapura itu sangat terlalu pintar dalam hal membodohi masyarakat,” ungkap Adi Rohadi, Tokoh Muda Astanajapura saat berbincang dengan Cirebontrust.com.
Sementara, dengan tegas, anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Diah Irwani Indriati meminta, seluruh izin pertambangan galian c di Kabupaten Cirebon harus dikaji ulang. Pasalnya, aktivitas galian c akan berdampak buruk terhadap keseimbangan lingkungan.
“Saya minta izin galian c di Lemahabang, juga yang lainnya dikaji ulang,” tegas Diah, saat ditemui disela meninjau lokasi jalan ambles Bukit Maneungteung, Kecamatan Waled, Senin (24/04).
Senada, Rakyat Penyelamat Lingkungan (Rapel) yang sudah memiliki pengalaman advokasi menutup sedikitnya lima galian c, dan menang melakukan gugatan hukum Izin Lingkungan pembangunan PLTU 2 Cirebon di PTUN Bandung, akan memproses secara hukum galian-galian c tersebut.
“Setelah memenangkan gugatan PTUN Bandung terkait pelanggaran RTRW PLTU 2 Cirebon, Rapel akan melakukan langkah-langkah hukum kembali terkait dugaan pelanggaran hukum galian c di Kabupaten Cirebon,” cetus Moh Aan Anwaruddin, Direktur Eksekutif Rapel, saat ditemui di kediamannya, Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura. (Riky Sonia)