Teater Tutur dari Aceh

Ilustrasi

Oleh Dadang Kusnandar*

LELAKI berbaju hitam menembangkan lagu berbahasa Aceh sambil menimang anaknya dalam kain sarung yang diikatkan ke plafon panggung. Ia menyanyikan dengan gaya pencerita PM Toh. Disisipi beberapa penggal bahasa Cirebon, ada pesan bernuansa Islam sebagai ciri khas budaya Aceh.
Aceh yang dikenal dengan julukan Serambi Mekkah sangat wajar apabila selalu ada kutipan ajaran Islam pada pentas kesenian. Tak luput ia juga memberi suport kepada penyelenggara Festival Teater Cirebon (FTC) 3 disertai harapan atas FTC berikutnya.

Lazimnya budaya tutur di masyarakat Aceh, ia melibatkan penonton pada penggalan akhir kata. Misalnya, “Selamat datang para penonton tercin….”, lalu penonton menjawab serempa, “ta”.

Kepanasan, ia membuka bajunya lalu memainkan dua boneka kertas. Menarik, ia menawarkan nama boneka kertas kepada penonton yang pada sore itu dipadati siswa SLTA Cirebon. Kisah tradisi pun mulai ia tuturkan.

Nama boneka Ucok dan Boy, berkelahi dan saling menyimpan dendam. Tangan Ucok berdarah lantas lapor kepada emaknya. Emak si Ucok berunding dengan suaminya lantaran berkelahi dengan Boy, warga kampung sebelah.
Suasana memanas, pemuda sekampung si Ucok menyantroni kampung si Boy.

Ikatan kekeluargaan di kampung masih erat. Mereka menuntut pertanggungjawaban Boy. Dialog antarkampung pun berlangsung masih dengan etika Timur, sementara di luar para pemuda berteriak agar Boy segera keluar rumah. Dialog antar Kepala Desa memutuskan hukuman balas dendam berupa penebangan semua pohon yang ada di halaman rumah Boy. Keluarga Boy pun harus membayar uang ganti rugi sebagai penyelesaian masalah.

Pesan moral yang hendak disampaikan ialah perkelahian dua orang tidak berarti sama dengan perkelahian antarkampung. Meski pun kuatnya kekerabatan masyarakat kampung, penyelesaian damai pasti bisa diupayakan. “Allah menciptakan perbedaan untuk saling kenal mengenal”, sebagaimana isi salah satu ayat suci Al-Qur’an. Pesan moral ini menjadi pengendali agar menghindari tawuran antarkampung.

BACA JUGA:  LSM GMBI Pertanyakan Tempat Karaoke Diduga tak Memiliki Izin

Monolog Mirja Irwansyah dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh pada hari ketiga FTC 3 cukup mengundang perhatian penonton. Tampil di Gedung Kesenian Nyi Mas Rarasantang Cirebon, Selasa 4 April 2017 pukul 15.00 WIB dengan durasi satu jam. Kemampuan bertutur dengan dibarengi gerak tubuh energik merupakan keahlian tersendiri yang dilalui dengan proses berlatih.

Bagi abah Dino Syahrudin, Forum Bela Tradisi Budaya dan Seni Cirebon, hukuman penebangan pohon bertentangan dengan konsep lingkungan hidup. Mengapa bukan secara menanam pohon serta memeliharanya di halaman Ucok selama sekian bulan. Setelah berbuah hasilnya bisa berbagi antarkeluarga Ucok dan Boy. Buah pun bisa dibagikan kepada tetangga dan sebagainya.

Ini merupakan wujud silaturahmi antarpelaku perkelahian, sambung Abah Dino. Akhirnya sangat mungkin keduanya menjadi saudara. Ada pun mengenai ganti rugi, tidak dapat dipastikan keluarga Boy tak cukup uang, terlebih jika terbukti sebagai keluarga tidak mampu.

Penampilan Teater Isbi menurut Ali, reporter budaya Cirebon TV sungguh menarik sebagai tontonan. Nyatanya penonton yang juga terdiri dari pencinta teater itu merasa terhibur dan terlibat pada monolog teater. Ada tawa dan kepuasan pada wajah penonton. []

*Penikmat kesenian, tinggal di Cirebon

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *