Shalat Berjamaah

Oleh Dadang Kusnandar

INDAHNYA salat berjamaah di mesjid, kita semua tahu. Sebagai kaum muslim kadang tak terasa kita abai melaksanakan shalat berjamaah di mesjid. Manakala adzan berkumandang selalu saja ada alasan dan kendala melangkahkan kaki ke mesjid terdekat. Manakala adzan memanggil, sejumlah televisi menyajikan acara yang cukup aduhai menggoda.

Membaca posting dan komentar teman-teman di grup media sosial, diam-diam kita terjerat menyimak. Untuk ukuran orang seusia saya (dan teman seangkatan), acara televisi swasta bertajuk Golden Memmory (GM) dengan jam tayang pas ketika adzan Maghrib tiba, kadang jadi kendala untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah di mesjid. Terlebih lagi posting dan komentar di media sosial tentang acara tersebut benar-benar pernah dialami. Jadilah ia sebagai kenangan yang berhasil merangkai kembali ingatan masa lalu melalui lagu-lagu jadul.

Ada kalanya komentar seperti ini: Shalat Maghrib dulu… ntar GM lagi. Atau begini: Woooooy bubar… maghrib-maghrib. Dan beberapa komentar yang saling bersahutan. Satu dengan lain memperlihatkan bahwa GM sukses menarik antusiasme (mungkin) jutaan kaum muslim Indonesia.

Ada kalanya pula grup media sosial itu mengajak anggota untuk datang langsung ke studio televisi tersebut. Daftar sebagai peserta acara GM sehingga dapat bernyanyi menembangkan lagu-lagu kenangan dan dapat disaksikan oleh keluarga/ teman/ sahabat dan sebagainya melalui televisi. Tentu saja orang-orang terdekat itu akan diberi tahu sebelumnya. Tak jarang ada daftar nama yang akan berpartisipasi di acara GM melalui media sosial.

Bisa dibayangkan para pengguna medsos dan “penggila” GM adalah ibu-ibu dan nenek muda yang sehari-hari mengenakan busana muslim. Shalat Maghrib yang tergesa-gesa, tidak berdzikir seusai shalat, lantaran khawatir tertinggal lagu kenangan yang sedang dinyanyikan di acara GM.
Singkat kata, demi GM jatah dan waktu bercumbu dengan Allah swt berkurang. Berkilah bahwa masih ada waktu lain untuk dzikrullah, banyak shalat sunnah yang bisa dikerjakan sepanjang hari ~maka sesekali terlibat di acara GM bukan masalah besar kendati Shalat Maghrib dilaksanakan sambil membayangkan lagu-lagu pop Indonesia di acara televisi yang sejenak ditinggalkan.

BACA JUGA:  Posting Ibadah

Bisa pula dibayangkan pada kesempatan lain, ibu-ibu dan nenek muda itu (yang sehari-hari berbusana muslimah) saling mengingatkan untuk melaksanakan shalat dhuha, puasa sunnah, shalat tahajud, bersedekah dan beberapa amalun shalihun lainnya. Akan tetapi saat acara GM sepertinnya mereka abai kepada satu hal penting, yakni Shalat Maghrib berjamaah.

Tetangga saya rajin shalat lima waktu di mesjid. Anak lelakinya yang masih di Sekolah Dasar diajak serta. Sungguh saya tertegun, bangga. Kebanggaan saya pun bertambah karena istrinya pun diajak serta ke mesjid. Bila suatu saat sang istri tidak sempat ikut serta  ke mesjid, suaminya mengingatkan sang istri agar tetap melaksanakan shalat tepat waktu. Betapa bagusnya keluarga itu.

Sang suami pun sempat bertutur kepada saya, “Dulu anak lelaki saya susah sekali dibangunkan untuk shalat Shubuh. Padahal sudah saya tepuk berkali-kali pahanya, tapi tetap saja tidak beranjak dari tempat tidur”.

Saya menanggapi penuturannya, “Bagaimana caranya agar anak Bapak terbangun lalu mau diajak serta Shalat Shubuh di mesjid?”.
Tetangga saya itu meneruskan, “Dalam salah satu doa saya ketika shalat berjamaah di mesjid antara lain semoga si bungsu, anak lelaki saya itu mudah dibangunkan. Tidak lama kemudian nampaknya doa terkabul. Saya tidak lagi menepuk-nepuk pahanya, tetapi cukup membisikkan ke telinga anak saya: Bangun nak, ayo shalat Shubuh di mesjid dengan ayah”.
Jangan Abai

Televisi, media sosial, dan atau teknologi apa pun mestinya tidak mengabaikan kita dari kebiasaan bagus yang telah diwariskan masa lalu. Seingat saya sekira tahun 1990 di Kranggaksan Kota Cirebon, anak-anak lelaki khususnya selalu giat mengerjakan shalat Maghrib berjamaah di mesjid. Di lingkungan beberapa pondok pesantren yang mengitari Kanggraksan, suasana itu kondusif menyegerakan pelaksanaan shalat Maghrib berjamaah di mesjid, meski anak-anak lelaki kecil itu baru saja usai bermain setelah shalat Ashar. “Begitu terdengar suara beduk dan adzan Maghrib, mereka berhamburan mengambil kain sarung dan kopiah lalu pergi ke mesjid,”, ungkap seorang kawan.

BACA JUGA:  Melepas Kebencian

26 tahun kemudian, suasana seperti itu masih ada. Alhamdulillah, meski jumlahnya berkurang. Saya masih menyaksikan anak-anal SD melaksanakan shalat Maghrib berjamaah di mesjid-mesjid. Tidak hanya di Kanggraksan atau tempat lain di Kota Cirebon dan sebagainya, anak-anak (dengan dunianya sendiri) sigap melaksanakan shalat fardlu berjamaah di mesjid. Bahkan ada kegiatan bagus yang dikerjakan mereka seusai shalat Maghrib di mesjid, yakni membalikkan sandal para jamaah searah langkah kaki. Sandal para jamaah itu ditata rapi agar jamaah tidak harus membalikkan tubuhnya ketika akan memakai sandal. Ini biasa dilakukan di Mesjid Nurul Huda RW 07 Warnasari Kelurahan Kesambi Kota Cirebon.

Televisi, media sosial, dan atau teknologi apa pun mestinya tidak mengabaikan kita dari kebiasaan bagus yang telah diwariskan masa lalu. Fakta yang berkembang justru sebaliknya. Anak-anak kita lebih asik memainkan media sosial dibanding membaca Al-Qur`an. Ibu-ibu dan nenek muda lebih siap menyediakan waktunya menyimak tuntas acara GM di televisi yang disebar melalui media sosial.[]

*Penulis lepas, tinggal di Cirebon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *