Rilis Buku Puisi Ketiga, Nissa Rengganis Soroti Nasib Para Pengungsi

Citrust.id – Tahun ini, penyair wanita asal Cirebon, Nissa Rengganis, merilis buku puisi ketiganya yang berjudul Suara dari Pengungsian. Buku Antologi puisi yang diterbitkan Langgam Pustaka itu adalah upaya Nissa untuk merekam tragedi kemanusiaan yang tampak telanjang di hadapan kita. Ada 50 judul puisi dalam Suara Dari Pengungsian yang mengajak para pembaca memasuki ruang-ruang gelap para pengungsi. Potrem buram nasib para pengungsi di Rohingya, Suriah, Palestina, hingga suara paling sunyi milik tentara anak Sierra Leon yang tengah berperang.

Setiap detik, konflik dan bencana alam memaksa seseorang untuk mengungsi di negara mereka sendiri. Pengungsian dipengaruhi oleh banyak hal, dimulai dari persoalan konflik, kekerasan, bencana alam, hingga masalah ekonomi. Setidaknya dalam laporan Pusat Pemantauan Pengungsi Internal (IDMC) dan Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), pada tahun 2020, berbagai negara mengalami peningkatan jumlah pengungsi. Angka itu merupakan jumlah tertinggi pengungsi baru yang dilaporkan dalam 10 tahun. Dengan demikian, orang yang hidup dalam pengungsian internal di seluruh dunia mencapai 75 juta jiwa.

Mengutip laporan dari Kepala NRC, Jan Egeland, saat ini, pengungsi internal lebih dari dua kali lipat dari sekitar 26 juta jumlah pengungsi lintas perbatasan. Konflik berlarut-larut seperti yang terjadi di Rohingya, Suriah, Afghanistan, Palestina, dan Republik Demokratik Kongo juga terus memaksa banyak orang untuk mengungsi.

Tak perlu jauh di negara lain. Indonesia, dengan banyaknya bencana dan konflik, mencatat banyaknya pengungsi yang hidup di tenda-tenda darurat. Tsunami di Aceh, Gempa di Lombok, Palu, Padang, Jogja, dan banyak tempat lainnya. Para pengungsi terus bertahan hidup dengan segala keterbatasan. Persoalan itu terus menghantui hati nurani. Suara-suara dari orang-orang di tenda pengungsian terus meringsek masuk ke dalam pikiran. Menjelajahi sudut kamar, ruang-ruang pertemuan, kafe, hingga menjelma puisi.

BACA JUGA:  Komunalisme dan Demokrasi

Berikut kutipan puisi Suara dari Pengungsian:

Di saat doa-doa diterbangkan Mimpi-mimpi dilayarkan
Kami hidup berimpitan
Di antara puisi dan
slogan-slogan

-Suara dari Pengungsian

Menurut Nissa, sastra tidak lahir dari ruang hampa. Seabsurd dan sesurealis apapun sebuah karya sastra, ia senantiasa merupakan pantulan kenyataan. Ia adalah nukilan tragedi yang tersisa dari carut marutnya perang. Ia adalah sublimasi dari belantara politik-ekonomi. Ia adalah keterasingan, keterpinggiran sekaligus semangat perlawanan pada diri dan zamannya. Sastra tidak pernah tercipta dari kekosongan budaya. Nadine Godimer menyebutnya sebagai state of being: tak ada keadaan “ada” yang murni, tak ada teks yang tak bersinggungan dengan yang lain. Karenanya, sastra akan terus berkejaran dengan kondisi sosial yang melingkupinya.

Selain membicarakan pengungsi, Nissa juga menyuguhkan puisi dalam bentuk satir kepada negara. Ia bertanya sekaligus menggugat, sejauh mana negara punya kepedulian pada para pengungsi.

Seperti lewat puisinya yang berjudul Atas Nama Negara:

Atas nama Negara
kematian hanya angka-angka
di Sidang Paripurna

Berita kelaparan
berebut iklan di koran
tergusur baliho politisi yang
senyumnya masam

Slogan-slogan menyambut kemiskinan:
“Selamat datang. Jangan lupa makan siang
Negara butuh laporan”.

Buku puisi Suara dari Pengungsian adalah upaya kecil penulis untuk mengetuk hati nurani kita sebagai manusia serta menyuarakan penderitaan yang setiap hari telanjang di hadapan kita. Setidaknya untuk diri sendiri.

Keterangan Buku:
Judul: Suara dari Pengungsian
Terbit: Oktober, 2021 / ISBN 978-623-7461-90-6
Penulis: Nissa Rengganis @nissrengganis
Penerbit: Langgam Pustaka @langgampustaka
Ilustrasi Cover: “HOMY” karya Yoes Rizal
Ilistrasi Foto: Asrian Mirza

Nissa Rengganis, perempuan kelahiran Kota Cirebon, 8 September 1988. Puisi-puisinya tergabung dalam antologi bersama “Ibu Kota Keberaksaraan”-Jakarta International Literary Festival 2011, “Di Kamar Mandi” 62 Penyair Jawa Barat-Komunitas Malaikat Bandung 2012, “Sauk Seloko”-Penyair Nusantara-Jambi 2012, “Negeri Abal-Abal, -Antologi Puisi Perempuan Indonesia, KPPI 2013, Jalan Bersama, Yayasan Panggung Melayu 2014, “Titik Temu”, Komunitas Kampung Jerami 2014. Buku antologi puisi pertamanya ‘Manuskrip Sepi’ terpilih dalam sayembara Hari Puisi Indonesia 2015. Buku puisi kedua berjudul “Obituari Puisi (2019) diterbitkan Penerbit Gambang Buku Budaya. (Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *