Perlawanan Nelayan Terhadap PLTU Cirebon, dari Gugatan Hingga Upaya Divestasi

Cirebontrust.com – Enam orang yang mewakili dua ribuan masyarakat Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, yang menggantungkan hidupnya ‎pada hasil pinggiran laut yang kini dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Cirebon, berkapasitas 2X660 Megawatt, tengah mengadukan nasibnya pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

6 orang yang‎ berprofesi sebagai nelayan pinggiran itu menggugat Izin Lingkungan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2, yang berkapasitas 1X1000 MW, berlokasi di sebelah timur berjarak hanya 500 meter dari pendahulunya.

Pada hari ini, Minggu (19/03), Kris Vanslambrouck Direktur Triple Eleven (11.11.11) organisasi lingkungan internasional, berkunjung ke Desa Kanci Kulon, setelah menempuh jarak berjam-jam dari Belgia. Kris mempunyai misi ingin melakukan divestasi atau menghentikan investasi Bank ING asal Belanda, untuk pembangunan PLTU 2, yang akan memperparah kondisi para nelayan pinggiran dan petambak garam tersebut.

“Saya sudah mendengar langsung informasi dari masyarakat terkait dampak dari proyek ini, juga soal gugatan hukum nelayan. Minggu depan saya akan agendakan bertemu dengan Bank ING‎. Saya akan bicarakan ini,” ujarnya, disela perbincangan dengan warga, di rumah salah satu warga setempat.

Kris menagih komitmen Bank ING, yang berjanji tidak akan mendanai pembangunan industri menggunakan energi kotor, seperti batubara. Dia berharap, Bank ING menepati janjinya, dan membatalkan rencananya untuk mendanai pembangunan PLTU 2.

“Jika Bank ING menarik diri, paling tidak, akan menghambat pembangunan, karena kita tidak bisa berharap banyak‎ untuk menyetop proyek ini. Presiden Jokowi sangat ngotot. Disisa jabatannya ini, program 35 ribu MW harus selesai, karena itu untuk modal politiknya, pada Pilpres mendatang,” terangnya.

Sementara, Moh. Aan Anwaruddin, Direktur Eksekutif Rakyat Penyelamat Lingkungan (Rapel) meminta kepada triple eleven, dan NGO-NGO internasional lainnya, agar dampak buruk dari industri energi kotor (batubara, red), seperti PLTU, dijadikan isu global genosida atau pembunuhan massal.

BACA JUGA:  Kepsek SDN 2 Babakan Lor: Kami Sudah Mengajukan Perbaikan Sejak Tahun 2016 Lalu

“Kita harus dorong isu ini ke Mahkamah Internasional. Jadikan ini isu genosida. Berdasarkan penelitian Harvard University‎, per tahun, 3 juta orang di dunia mati premature akibat polusi udara, dan polusi pembakaran batu bara penyumbang terbesar. Di Indonesia sendiri, 6500 jiwa melayang akibat polusi PLTU batubara dalam setahun,” ungkapnya. (Riky Sonia)

Komentar