Pelajari Topeng Slangit, Istri Kapolda Jabar Berkunjung ke Sanggar Tari Panji Asmara

CIREBON (CT) – Ibu Deonisya Bambang Waskito yang merupakan istri dari Kapolda Jabar Bambang Waskito, didampingi Bhayangkari Polres Cirebon, bersama Kuwu Desa Panongan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Rusmini, mendatangi sanggar tari topeng Panji Asmara, Desa Slangit, Kecamatan Arjawinangun, Jumat (29/07).

Hal itu dilakukan karena ibu kapolda baru itu sangat tertarik dengan budaya di Kabupaten Cirebon, khususnya tari topeng dari Desa Slangit. Rombongan ibu nomor satu di Polda Jabar itu disambut para seniman dan perangkat desa setempat.

Dikatakan Deonisya Bambang Waskito, Budaya memiliki nilai filosfi dan nilai spiritual tertentu. Namun semuanya itu bermuara pada hubungan manusia dan Tuhannya, seperti digambarkan dengan budaya tari topeng.

“Selama ini saya pelajari tari topeng Panji daerah Malang dan faktanya ada kesinambungan dengan kebudayaan topeng yang ada di Cirebon Desa Slangit ini,” ujarnya.

Dia menambahkan, topeng Panji ini mengibaratkan manusia yang baru lahir, sehingga setiap manusia yang baru lahir ke dunia memiliki tujuan yang tidak bakal jauh, karena hidup manusia dari berbagai unsur, seperti udara, air, tanah, dan api itulah yang disebut kiblat papat lima pancer.

“Tentunya kita bertanya lima pancernya ke mana, ya ke gusti Allah sang pencipta, demikian juga dengan tari topeng Panji ini, suatu bentuk perwujudan, karena saya percaya setiap budaya dimanapun berada menandakan manusia yang selalu rindu dengan sang penciptanya,” terangnya.

Kita, lanjut Deonisya, tidak melihat dari sisi agama apapun, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha semunya punya tujuan satu, yakni untuk kembali kepada sang khalik. Sehingga kita harus tahu bagaimana bentuk-bentuk perwujudan itu. Kita sebagai manusia ciptaan tuhan yang paling sempurna dengan dibekali berbagai kelebihan, seperti akal pikiran sehingga selalu mencari bentukan-bentukan perwujudan itu.

“Sebagai manusia pasti mempunyai sisi spiritual, untuk mencari keridhoan tuhannya. Dengan berbagai budaya yang beragam itulah, tuhan menciptakan. Namun sekalipun kembar dan sama, tetapi tetap ada sisi perbedaannya, karena itu menandakan tuhan maha segalanya, kita manusia tidak akan pernah menjangkau ke arah sana,” ungkapnya. (Johan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *