CIREBON (CT) – Orang tua Ali Rachman yang diduga salah satu anggota Gafatar, masih berharap jika anaknya berserta enam cucunya bisa berkumpul bersama di rumahnya di Desa Ciawigajah, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon. Ny Nuraeni dengan bercucuran air mata, terus berharap anaknya tersebut kembali, berkumpul kembali dengan keluarga.
“Saya sangat merindukan enam cucu saya yang masih kecil-kecil itu. Saya nggak mau jauh dengan anak cucu,” harap Nuraeni terus menerus meneteskan air mata.
Diceritakannya anaknya, Ali Rachman yang sempat tingga bersamanya di Desa Ciawigajah, RT 01 RW 06 Dusun Pon, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, disebut-sebut pimpinan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) se-wilayah 3 Cirebon, sebenarnya sosok yang paham dan kritis dalam bab agama.
Namun, kata dia banyak hal-hal yang dianggap menyimpang dari ajaran agama islam pada umumnya. Salah satu contohnya, disebutkan, Ny Nuraeni yakni anaknya, Ali melarang ibadah Umroh, pasalnya hal itu adalah sesuatu yang riya atau pamer.
Selain itu, lanjut Ny Nuraeni anaknya juga melarang tahlil dan ziarah dengan dalih itu adalah perbuatan syirik. Yang lebih aneh lagi, katanya Ali yang sebenarnya sangat mengerti dan paham tentang ilmu-ilmu atau ajaran agama islam, karena ia sangat rajin membaca buku, Al-Qur’an berikut terjemahannya, kitab-kitab agama islam.
Ia juga sering menasehati keluarganya tentang ilmu-ilmu agama Islam. Akan tetapi, Ali tidak pernah melaksanakan apa yang dipahaminya, seperti sholat 5 waktu dan sholat Jum’at.
“Kalau Jum’atan dia pergi. Anti ziarah, melarang tahlil. Saya nggak pernah lihat Ali sholat di rumah. Saat saya mau Umroh, dia melarang, bahasanya itu riya, mending buat modal usaha katanya. Ali itu gampang dipengaruhi,” ungkap Nuraeni (60), ibu kandung Ali.
Lebih lanjut Nuraeni menjelaskan, Ali adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Anak pertamanya itu mempunyai istri bernama Yulianti (45), dari hubungan suami istri tersebut, Ali dikarunia 6 orang anak. Ali pernah bekerja di Hotel Mulya selama 15 tahun di Jakarta, sebagai Office Boy (OB).
Dengan alasan bosan, akhirnya Ali keluar dari pekerjaannya itu, walaupun dirinya sempat melarangnya. Kemudian anaknya tersebut pulang kampung pada tahun 2011 silam, saat itu awal Ali melakukan aktivitas organisasi Gafatar di rumahnya.
“Saya baru tahunya di sini. Nggak tahu waktu kalau saat di Jakarta gimana. Anak-anaknya nggak di sekolahin. Katanya sekolahnya di kantor Gafatar, belajar silat juga. Anak-anaknya dibatasi atau nggak pernah membaur dengan warga. Sempat melakukan usaha jualan telor, ngambil dari peternak dan dikirim ke Cikampek,” terangnya. (Riky Sonia)