NU Gelar Manaqib Kubro Sekaligus Diskusi Politik di Majalengka

MAJALENGKA (CT) – Acara Manaqib Istigosah Kubro Jamaah Thoriqoh NU di Kantor PC NU Majalengka digelar, Sabtu (02/01). Selain menyerahkan sumbangan untuk penyelesaian Gedung NU.

Acara Dihadiri para kyai dan ulama antara lain KH. Harun Bajuri (Ketua Tanfidz PCNU Majalengka), KH. Uyu Aliyudin (Khatib PCNU Majalengka), dan KH. Abdul Rosyid (Mudir Jatman Syu’biyyah Majalengka) Anggota DPR RI KH Maman Imanulhaq dan lain-lain. Ratusan jamaah Nahdiyyin tampak hadir memenuhi Aula PCNU Majalengka.

Maman Imanulhaq dalam sambutannya di hadapan Para Kyai n Nahdiyyin Nahdiyyat mengatakan peran NU dalam proses transformasi membutuhkan kecerdasan, keberanian dan kesabaran.

“Maka halaqoh, workshop dan kajian-kajian ilmiah harus menjadi prioritas agenda NU di daerah. Fikih Anggaran, Diskusi politik daerah dan penulisan sejarah NU, tokoh-tokoh da n pesantren NU di Majalengka harus jadi contoh konkrit kegiatan tersebut,” ungkap pengasuh Ponpes Al Mizan tersebut.

Maman mengungkapkan peran dan perjuangan para ulama Pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU), dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tak bisa diabaikan apalagi dihapuskan, meski penulisan sejarah resmi sangat minim mengungkap peran tersebut, bahkan cenderung menghapuskannya. Kalau pun menyebut, sekadar singgungan tanpa secara jelas mencantumkan ketokohan ulama atau kiai pesantren yang dimaksud.

“Mereka melakukan perjuangan baik berupa diplomasi lewat organisasi dan mengiringi proses pembentukan watak dan karakter bangsa nation and character building seperti Rais Akbar NU Hadlratussyaikh Hasyim Asyari, KH Wahab Chasbullah (selain tokoh NU, juga pendiri Majelis Islam Ala Indonesia, 1937), KH Machfudz Siddiq Jember, KH Mashum (Lasem), dan lain-lain,” ungkap Maman.

Maman menambahkan panyak pula yang berjuang dengan mengangkat senjata seperti KH Zainal Mustafa dari Pesantren Sukamanah Ketua PCNU Tasikmalaya) pada tahun 1944. Perlawanan ini sebenarnya sebagai prolog dari perlawanan di daerah lain, Cirebon, Cianjur, hingga Blitar atau yang terkenal dengan Pemberontakan Supriyadi Blitar.

Juga peran KH Abbas di Cirebon ayahanda KH Abdullah Abbas dalam melawan Jepang dan KH Ruchiyat ayahanda KH Ilyas Ruchiyat, mantan Rais Aam PBNU), yang pesantrennya pernah diberondong Belanda pada masa revolusi.

“Mohon dukungan terhadap NU dalam memperjuangkan keadilan anggaran, hak-hak para guru madrasah, pesantren, kemajuan pembangunan desa, hak buruh dan petani serta byk persoalan lain,” tukasnya. (Abduh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *