oleh

Lukisan Cirebon (1) – dari Naturalis hingga Surealisme

Oleh NURDIN M. NOER*

-dok/NMN
-LUKISAN Gua Sunyaragi (1865) karya orang Belanda memberikan kesan naturalis yang indah (kiri), sementara pelukis masa kini Iskandar Abeng memberi kesan berbeda. Ia lebih melukiskan mimpi-mimpinya dalam bentuk surealisme.*

BENTURAN antarperadaban kini memang tengah terjadi di Cirebon dan sekitarnya. Antara nilai-nilai tradisional dan kontemporer menyatu dalam goresan cat dengan harmoni warna yang kuat. Warna cerbonan, seperti dominasi warna merah dan hitam melekat kuat dalam lukisan Semar, topeng carbon dan lukisan wayang lain yang berbeda wandha.

Karya lukisan Iskandar Abeng, pelukis Cirebon memberikan gambaran berbeda dengan para pelukis pendahulunya. Genre semi lukis (kanvas) Cirebon dimulai pada sekira tahun 1775 oleh kalangan seniman Hindia Belanda. Salah satu karyanya yang monumental adalah “Pelabuhan Cirebon” (1775). Lukisan ini mengambil sudut lukisan berupa latar belakang Gunung Cirebon dengan puluhan perahu nelayan yang berlayar di laut tersebut.

Pada masa itu pelabuhan masih berada di Muara Kali Pekik (berdekatan dengan Gunung Jati) tempat puluhan perahu Laksamana Cheng Ho berlabuh. Penelusuran bersama wartawan dari sebuah televisi swasta nasional ke lokasi tersebut masih nampak tak berubah.

Lukisan “Pelabuhan Cirebon” kini tersimpan di museum KITLV Belanda. Generasi berikutnya masih didominasi seniman Belanda dengan lukisannya “Gua Sunyaragi” (1864). Lukisan ini menunjukkan, Gua Sunyaragi masih nampak asri dan bersih. “Gua Argajumut” yang masih merupakan bagian dari Sunyaragi benar-benar terlukis dengan indah. Bentuk naturalis masih menghiasi lukisan-lukisan pada masa itu.
Perubahan mulai terjadi pada sekira tahun 1970an, ketika Affandi (almarhum) mulai mengenalkan lukisan alam dengan metode pengecatan langsung dari pasta cat warnanya. Goresan-goresannya, seperti “wajah Affandi”, “adu jago” dan “perahu nelayan” memberi warna kematangan sebagai seorang maestro lukis. Warna merah dan putih yang merupakan”warna cerbonan” pada lukisan Affandi mendominasi karya-karyanya. Affandi lahir di Kampung Prujakan Kota Cirebon pada awal tahun 1900-an.

Genre naturalis pelukis Cirebon diwarnai dengan munculnya pelukis asal Yogyakarta yang mukim di Kota Cirebon, Soegeng. Warna-warna indah yang halus, seperti hijau, merah muda dan putih memberikan paduan harmoni warna yang berbeda. Soegeng banyak mereportase kehidupan pesisir, seperti nelayan, deretan perahu-perahu dan ada juga pengaruh Affandi, seperti “adu jago”.

Gewor Sardi, generasi pelukis 1980an mencoba menggambar bagian-bagian dari tanah Bali. Lukisannya berjudul “Leak” memberi kesan ia seorang seniman yang banyak dipengaruhi pelukis Bali. Namun pada beberapa lukisan lainnya, Gewor Sardi mencoba bereksperimen dengan model “kubus” yang pernah dianut pelukis-pelukis Italia. Karyanya berupa “perempuan” menyingkap keindahan wanodya Cirebon yang anggun.

Naturalis lainnya adalah Mamannoor, pelukis jebolan fakultas seni rupa ITB Bandung ini pun masih berkutat pada naturalism pada daerah pesisir Cirebon. Maklum, Mamannoor sendiri lahir di daerah Losari Cirebon yang memang akrab dengan pantai utara. (bersambung)

*Pemerhati kebudayaan lokal.

Komentar