Oleh Dadang Kusnandar
PERTIKAIAN sesama umat Islam saat ini sungguh menyakitkan. Satu dengan yang lain merasa benar sendiri hingga menimbulkan kebencian. Padahal saling membenci untuk sesuatu yang belum jelas kita pahami seharusnya kita hindari. Tabayyun kerap jadi materi ceramah di atas mimbar atau meja rapat. Namun setelah itu umat kembali bertikai.
Bagaimanakah sebaiknya kita menyikapi persoalan umat Islam? Di bawah ini adalah transkrip tausiyah pendek KH. Syyarif Muhammad Yahya bin Syekh alias Kang Ayip Muh, pengasuh pondok pesantren Jagasatru Cirebon. Tausiyah pendek ini mengajak kita untuk mengukur seberapa dalam kepedulian kita umat Islam.
“Saya suka kecil hati. Orang semacam saya disebut kiai. Laa ilaha ilallah! Saya bukan senang pak, ko macam saya disebut kiai. Ini dunia mau diapakan. Al ulama ala wulu. Bukan disebut `alim ulama. Tapi kita lihat amalnya, kita lihat ilmunya. Apa yang kata manusia sulit, bagi Allah tidak sulit. Mintalah kepada Allah. Yaaaa Allah kaifa ummah, bagaimana umatku ya Allah. Kaifa nahnu ya Allah, bagaimana mereka ya Allah. Kita ini ilmunya sedikit ya Allah tetapi saya ini harus melaksanakan. Ulama-ulama sepuh sudah dengan ilmunya. Ulama-ulama alim sudah pergi dengan ilmunya. Ulama-ulamanya sholihin sudah tidak ada, tinggal bekas-bekas-bekas kesholihannya. Tinggal mengganti siapa? Antum! Antum ya santri!
Ya Allah ini datang kepada kita. Apalagi kepada kita. Saya khawatir bahwa orang nantinya tidak ngerti alif tuh ngadeg orang tidak ngerti. Dianggapnya alif tuh nggeleleng. Sudah tidak tahu mana alif mana hamzah. Mana ba mana nukthoh. Aisil makna nukthoh fil Islam. Ah, karena itu kepada para sepuh mari yang muda-muda ini menitipkan diri kepada orang tua.
Tidak akan selesai tugas kita di dalam usia kita. Mungkin kita akan mengantarkan umat Islam kepada ngerti tentang Islam secara global kemudian melaksanakan rukun Islam itu saja. Tapi akan terus digarap oleh anak cucu kita. Sampai bicara tentang ekonomi, bicara tentang budaya. Bukankah budaya kita sudah habis dikikis, tidak ada apa-apa.
Walau nishfasa ahwalau daghaik. Walaupun beberapa detik doakan umat. Ummat! Bagaimana sikap umat Islam kepada umat Islam. Ada cecunguk-cecunguk sekarang yang mengadu domba umat Islam. Orang Islam diadu dengan orang Islam. Tentu orang lain yang mengadu. Sampai orang Islam asik bertengkar dengan orang Islam. Sampai-sampai ada orang Islam jatuh puas. Laa ilaha illallah. Kita tidak boleh begitu. Karena itu setiap masalah jangan dijawab. Terkadang ada sesuatu jawaban dengan diam itu lebih tegas.
Ya Allah berilah kemampuan Ya Allah untuk melaksanakan tugas. Hanya pertolongan-Mu. Hanya maunah-Mu Ya Allah. Kami tidak mengharapkan walau semua orang menolong tanpa pertolongan-Mu. Tidak ada apa-apa. Ya… Allah anggaplah iman kami ini benar-benar iman kepada-Mu. berilah kami petunjuk untuk tahu, kami mencontoh kepada Rasul-Mu Muhammad saw. Tatkala nabi dicemooh, dihina, diejek ~apa kita umat Islam tidak bersedia menempatkan kedudukan Nabi kepada kedudukannya yang diberikan Allah. Rahmatan lil alamin.
Ini tugas yang kita emban. Tapi kita jangan menyalahkan yang lain. Wis nda usum tuding-tudingan salah kuh. Nda usum. Kalau ada pembagian kursi jangan kesirian. Beli sendiri saja. Barangkali nanti sudah banyak yang membutuhkan kursi. Umat Islam banyak yang harus di situ. Kita ndak usah. Kita tuku dewek bae. Mau kursi jok, double jok, triple jok; boleh. Tuku dewek ditaro ning umahe dewek. Toil dijanggoni dewek. Toil nderes Qur`an dewek. Itu istirahatnya. Istirahanya ialah nderes Qur`an, mutholaah kitab, sebagai bekal untuk bangkit kembali. Jam juga yang tidak bisa didamai dan perlu dicontoh. Disiplin adalah kerja.
Saudara boleh mengatakan terus ngajinya, jam menunjukkan jam empat, tidak boleh dibaca jam tiga. Harus apa adanya. Kita niru jam”. []