Remaja Putri Diminta Rutin Konsumsi Tablet Tambah Darah

Citrust.id – Berdasarkan data hasil Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia sebesar 21,7 persen. Terdiri dari penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4 persen dan penderita berumur 15 hingga 24 tahun sebanyak 18,4 persen.

Wakil Wali Kota Cirebon, Eti Herawati, mengatakan, angka tersebut menunjukkan anemia pada kalangan remaja putri masih cukup tinggi.

Padahal, lanjut Eti, anemia pada remaja putri berkaitan erat dengan persiapan menuju dewasa. Remaja putri yang mengalami anemia cenderung akan menjadi perempuan dewasa yang anemia pula.

Permasalahan akan timbul saat mereka hamil. Perempuan hamil yang menderita anemia cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir rendah bahkan berpotensi pendek (stunting).

“Karena itu, tahun ini Pemda Kota Cirebon mencanangkan pembiasaan minum Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri di SMP/MTs dan SMA/MA yang ada di Kota Cirebon. Pemberian TTD ini dilakukan setiap Rabu,” jelas Eti.

Pencanangan tersebut berdasarkan surat edaran Wali Kota Cirebon No 442.009ASSPEMKESRA tahun 2019 tentang Optimalisasi Pemberitan Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri dan wanita usia subur di Kota Cirebon.

Eti melanjutkan, program tersebut menunjukkan komitmen Pemda Kota Cirebon untuk meningkatkan indeks pembangunan kesehatan di Kota Cirebon.

Meski demikian, Eti tetap meminta peran serta lintas sektor, khususnya di bidang kesehatan, agar program bisa berlangsung dengan baik dan konsisten dilakukan.

Sementara itu, Tini, Kabid Kesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, mengungkapkan, pemberian TTD pada remaja putri dikarenakan mereka mengalami menstruasi. Ditambah dengan pola makan anak sekarang yang lebih sering jajan, sehingga sumber zat besi dan komponen pembentuk sel darah menjadi terabaikan.

Berdasarkan riset, separuh atau 51 persen remaja putri di Jawa Barat bermasalah dalam hal anemia. Itu ditunjukkan dengan hemoglobin yang rendah.

BACA JUGA:  Metland Hotel Cirebon Adakan Donor Darah Peringati Hari Kesetiakawanan Nasional

Hal itu berpengaruh pada pengambilan oksigen untuk seluruh tubuh, terutama otak. Akibatnya, kemampuan belajar akan berkurang dan mengalami lesu, lemah, letih, lelah dan lunglai.

Jika sejak remaja mereka terbiasa makan makanan yang kurang mengandung perbaikan komponen darah merah, maka akan menjadi pembiasaan dalam pola makan. Dengan demikian akan terbawa kelak saat menjadi ibu, terutama saat mereka hamil.

“Selain cenderung melahirkan anak yang pertumbuhannya kurang baik juga akan mengancam keselamatan dirinya sendiri. Ibu hamil yang mengalami anemia akan cenderung mengalami pendarahan yang biasanya menjadi penyebab kematian pada ibu yang melahirkan,” pungkas Tini. /haris

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *