Oleh Dadang Kusnandar*)
RABU 20 Juli 1947 sekitar pukul 07.00 Kota Cirebon dikejutkan dengan serangan mendadak tentara Belanda. Dari arah laut tembakan-tembakan meriam kapal perang menyasar kota bagian Timur dan Selatan, terutama jembatan kereta api di Kali Krian.
Serangan tentara Belanda itu tidak terlalu menimbulkan kepanikan warga kota, karena sasaran tembak tidak diarahkan ke tengah kota.
Banyak yang beranggapan peristiwa itu semacam latihan perang. Baru diketahui setelah ada kesibukan ALRI dan TNI, masyarakat menyadari bahwa kejadian itu adalah Agresi Militer Belanda I.
Esok harinya serangan kembali terjadi pada pukul 09.00 dan disertai serangan udara dari pesawat Bomber dan pesawat Mustang (cocor merah).
Sasaran tembak adalah jembatan kereta Kali Krian, stasiun burak Pulasaren, tikungan Jalan Prujakan/ Pagongan, sekitar stasiun kereta api Kejaksan dan sepanjang rel kereta api ke arah Jalan Kartini, rumah penjara Kesambi dan asrama TNI.
Keterangan di atas diperoleh dari Abdul Kadir, Eddy Djunaedi Hamzah, MS Janaka, Targani, Perim Sutisna, Peltu Kusen, Letda Abdul Gani, Lettu Jauhari Aung, Lettu Kamsi dan Kapten Sahuri.
Data ini tertulis cukup jelas terbaca pada Bab II Sejarah Perjuangan Phisik Semasa Clash I dan II di Daerah Kota Cirebon dan Sekitarnya Sampai Dengan Pengakuan Kedaulatan RI.
Dari dokumen Sekelumit Kisah Perjuangan Masyarakat Kotamadya Cirebon yang dihimpun oleh Panitya Peneliti Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon halaman 49 – 50, dijelaskan bahwa serangan pasukan Belanda dari laut dan udara berakhir pada pukul 16.00 WIB.
Kemudian sekitar pukul 17.30 datang lagi serangan dari darat menggunakan kendaraan lapis baja (tank) dari arah Sumber melalui Kanggraksan. Sementara dari arah Barat melalui Kedawung dan dari Utara melalui Krucuk dengan selubung bendera Merah Putih.
Sebelum serangan mencapai sasaran ke pusat Kota Cirebon ada perlawanan dari TNI AD dan TNI AL serta kesatuan-kesatuan teritorial sepanjang Jalan Gunungsari, Parujakan, Kesambi, Pasar Kagok, Cangkol, Kesunean dan Jalan Kalijaga. Perlawanan tersebut mengakibatkan banyak korban dari TNI AD, TNI AL, dan Tentara Pelajar.
Korban pun banyak di Rumah Penjara Kesambi sebanyak 50 orang dan seorang karyawan. Mereka yang selamat dari serangan ini menyingkir ke Sunyaragi. Akhirnya pukul 19.00 Kota Cirebon dikuasai oleh pasukan Belanda.
Diperoleh keterangan pada Agresi Militer Belanda I itu pasukan Batalion I TNI AD dibawah pimpinan Mayor Suwarsi sedang bertugas di garis depan (front) Bandung Utara dan Timur. Maka kekuatan tentara di Cirebon sangat minim dan tidak ada keseimbangan untuk melakukan perlawanan.
Ada pun kenapa Kota Cirebon jadi target serangan militer Belanda karena di Kota Cirebon ada dua markas tentara yakni di Santa Maria dan Kesambi, yang telah dikukuhkan sejak masa pendudukan Jepang. ***
*) Bidang Infokom DHC Angkatan 45 Kota Cirebon